BBC News Indonesia juga sempat menghubungi Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi.
“Sudah ada penjelasan dari RS-nya,” jawab Nadia.
Pengamat kebijakan kesehatan dari Universitas Indonesia, Hermawan Saputra, menyebut insiden jenazah bayi di RSUP Dr. Tadjuddin Chalid adalah sesuatu yang memprihatinkan.
Hermawan menegaskan RSUP Dr. Tadjuddin Chalid harus melakukan audit layanan dan mengevaluasi siapa pun yang bertanggung jawab atas kejadian ini.
“Seharusnya untuk pengantaran jenazah pulang adalah tanggung jawab fasilitas kesehatan dan pemerintah setempat,” ujar Hermawan kepada wartawan Amahl Azwar yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
“Jadi, tidak bisa dibiarkan begitu saja. Apalagi masyarakat tidak mampu. Seharusnya ada kerja sama institusi pemerintah yang meng-cover itu.”
Baca juga: Usai Tukar Kupon Kurban, Wanita di Makassar Tewas Tersengat Listrik
Hermawan mengatakan walaupun secara filosofis ada batasan-batasan kewenangan mengenai jangkauan wilayah, fasilitas kesehatan dan pemerintah setempat tetap berkewajiban untuk mengantar jenazah.
Hermawan menyoroti kejadian di RSUP Dr. Tadjuddin Chalid Makassar di mana justru petugas pemulasaran jenazah setempat yang berinisiatif untuk membantu pemulangan dengan menggunakan jasa ojek online.
Menurutnya, hal ini juga tidaklah tepat secara aspek standar kesehatan dan keselamatan meskipun “petugas itu sendiri mungkin niatnya baik”.
“Mengantar jenazah menggunakan kendaraan roda dua itu tidak dibenarkan,” jelas Hermawan, yang menegaskan rumah sakit tetap harus bertanggung jawab sebab petugas pemulasaran jenazah juga merupakan bagian dari rumah sakit.
“Ini kuncinya ada di ketanggapan rumah sakit. Dia seharusnya memiliki penanggung jawab yang bukan petugas pemulasaran jenazah, tetapi penanggung jawab layanan yang menyambungkan antara kondisi pasien dengan kebijakan jaminan sosialnya. Nah, itu yang mesti ditelusuri,” ujar Hermawan.
Baca juga: Disdik Cari Penyebar Video Perundungan Siswa SMP di Makassar
Secara terpisah, Kepala Riset dan Kebijakan Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Olivia Herlinda, menyayangkan akses finansial ke pelayanan kesehatan masih dihadapi banyak masyarakat Indonesia, terutama di daerah kepulauan.
“Ini harusnya menjadi catatan perbaikan BPJS dan Kemenkes untuk terus berbenah bahwa cakupan kepesertaan BPJS yang selama ini dikatakan sudah mencapai di atas 95% masih memiliki banyak celah,” ujar Olivia.
“Pada nyatanya, banyak masyarakat masih mengalami kendala finansial, temuan CISDI di lapangan pun banyak yang memilih mengeluarkan uang untuk menggunakan layanan di luar BPJS karena isu kualitas dan ketersediaan.”
Olivia menegaskan akses terhadap layanan kesehatan seharusnya menjadi hak dasar yang dijamin oleh pemerintah, terutama untuk kelompok rentan, termasuk masyarakat kelompok ekonomi kurang mampu.
Menurut riset CISDI, laporan National Health Account 2023 dari Kementerian Kesehatan menyebutkan pengeluaran out of pocket (uang sendiri) di Indonesia dalam lima tahun terakhir masih di atas 20%, melebihi ambang batas rekomendasi WHO untuk mencapai target universal health coverage (UHC).
Baca juga: Siswa SMP Difabel Korban Bully di Makassar Trauma Berat, Tak Mau Masuk Sekolah
Senada, Hermawan mengatakan ini harus menjadi pembelajaran, bukan hanya fasilitas kesehatan, melainkan juga juga pemerintah daerah.
“Atas nama warganya, pemerintah daerah berkewajiban mengambil peran lebih untuk hal-hal yang bersifat rescue [penyelamatan] seperti ini,” tutur Hermawan.
“Jangan sampai ada penelantaran warga oleh pemerintah yang tidak meng-cover hak dasar kemanusiaan. [Jangan] menunggu viral dulu baru kelabakan.”
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.