MAKASSAR, KOMPAS.com - Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) difabel berinisial MH (14) yang mengalami perundungan atau aksi bullying di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami trauma berat.
Sepupu korban, Herman (40) mengatakan, MH sudah tak mau masuk sekolah.
Pihak keluarga telah berinisiatif untuk mencarikan sekolah baru, tetapi korban menolak karena takut dibully.
Baca juga: Viral, Siswa SMP Difabel di Makassar Di-bully, Pihak Sekolah Buka Suara
"Saya mau pindahkan ke sekolah lain dia (korban) bertanya apakah tidak ada lagi anak yang nakal kalau di sekolah baru. Sudah tidak mau sekali sekolah karena takut kasihan, " ucap Herman kepada Kompas.com, Sabtu (15/6/2024).
Herman menceritakan, adik sepupunya itu kerap kali juga mengalami kekerasan fisik.
"Mulai masuk sekolah sampai sekarang sering dipajaki (dipalak), kalau tidak dikasi uang dihantam (dipukul)," bebernya.
Dia juga mengaku, telah bertemu dengan pihak keluarga para pelaku dan dimediasi oleh Kadis Pendidikan Kota Makassar, Muhyiddin, Jumat (14/6/2024) kemarin.
Dalam pertumuan itu, Kadisdik Makassar, kata Herman, hadir untuk mendamaikan korban dan pelaku. Serta meminta untuk mencabut laporan polisi.
Namun keluarga korban menolak perdamaian tersebut karena merasa tak ada efek jerah jika hanya meminta maaf.
Sehingga keluarga korban ingin terus melanjutkan kasus ini untuk diproses hukum.
"Tidak damai, pihak sekolah, kadisdik dan keluarga pelaku mau mendamaikan tapi tidak ada efek jerah kalau didamaikan saja. Ada permintaan maaf dan maaf kami terima tapi proses hukum tetap jalan sesuai undang-undang perlindungan anak," ujarnya.
"Karena sudah berlarut-larut, bukan cuman sekali. Mulai masuk sekolah sampai sekarang. Tiap hari dibully, biar makan di kantin dihantam, di mana ada korban pasti dibully," sambungnya.
Herman mengaku, keluarga ingin memberi efek jera kepada pelaku karena perundungan sudah dilakukan berkali-kali, bahkan saat pertama kali masuk sekolah.
Namun selama ini korban tidak pernah mengungkapkannya kepada keluarga karena takut bicara.
"Sesuai aturan kepolisian, saya ikut prosedur hukum karena sudah melapor ke Polrestabes, bahkan mau disuruh cabut lapiorannya tapi saya tidak mau. Kalau bisa di-DO, di-D.O pelaku. Tapi sekolah tidak mau D.O karena katanya nanti tercoreng nama sekolahnya kalau D.O siswanya," tandasnya.