Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Kakek Gendong Jenazah Cucunya Naik Ojek "Online" untuk Pulang karena Tak Mampu Bayar Ambulans

Kompas.com, 21 Juni 2024, 15:35 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Seorang kakek di Makassar, Sulawesi Selatan, menggendong jenazah cucunya dengan menumpang ojek online untuk membawanya pulang karena sang kakek tidak mampu membayar sewa ambulans sebesar Rp800.000.

Peristiwa ini melahirkan gelombang keprihatinan dan kemarahan di masyarakat. Pengelola rumah sakit dan pemerintah daerah dianggap tidak becus dalam melayani masyarakat, kata pengamat.

Seharusnya Arsyad bersuka cita ketika cucunya lahir. Dia bahkan sudah menyiapkan sebuah nama untuk sang cucu: Aco. Tapi cucu lelakinya itu meninggal dunia tak lama kemudian akibat gangguan pernapasan.

Belum tuntas kesedihannya, sang kakek dihadapkan masalah pelik.

Baca juga: Kisah Pilu Kakek di Makassar Gendong Jenazah Cucunya Pakai Ojol Sejauh 53 Km

Pihak Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Tadjuddin Chalid, Makassar, menyediakan ambulans, namun tidak gratis.

Arsyad kebingungan. Dia tak memiliki uang sebesar Rp800.000 untuk menyewa ambulans. Padahal dia harus segera pulang membawa pulang jenazah cucu kesayangannya.

“Iya [tidak mampu bayar mobil jenazah]. Saya tidak sanggup. Pekerjaan saya mancing,” ungkap Arsyad kepada wartawan Darul Amri di Makassar yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Beberapa orang yang berada di dekatnya kemudian membayar tukang ojek online untuk mengantar kakek dan jenazah cucunya agar bisa pulang.

Diantar sopir ojek online bernama Darmawansyah, mereka kemudian menempuh perjalanan sekitar 30km.

Mereka meninggalkan Kota Makassar menuju rumah keluarga sang kakek di Pulau Sarappo Caddi, sebuah pulau kecil di gugusan Kepulauan Spermonde, perairan Selat Makassar.

Baca juga: Video Viral Jenazah Bayi di Makassar Diantar Ojol Sejauh 53 Km, RSUP Tadjuddin Chalid: Kami Mohon Maaf

Peristiwa ini kemudian melahirkan kegeraman dan keprihatinan di masyarakat, setelah video perjalanan naik ojek online itu viral di media sosial.

Pengamat kebijakan kesehatan dari Universitas Indonesia, Hermawan Saputra, menyebut insiden jenazah bayi di RSUP Dr. Tadjuddin Chalid adalah sesuatu yang memprihatinkan.

Hermawan menegaskan RSUP Dr. Tadjuddin Chalid harus melakukan audit layanan dan mengevaluasi siapa pun yang bertanggung jawab atas kejadian ini.

“Seharusnya untuk pengantaran jenazah pulang adalah tanggung jawab fasilitas kesehatan dan pemerintah setempat,” ujar Hermawan kepada wartawan Amahl Azwar yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

“Jadi, tidak bisa dibiarkan begitu saja. Apalagi masyarakat tidak mampu. Seharusnya ada kerjasama institusi pemerintah yang meng-cover itu.”

Baca juga: Sopir Ojol di Makassar Tempuh 53 Km Antar Jenazah Bayi karena Keluarga Tak Mampu Sewa Ambulans

Sopir ojek mengaku iba

Darmawansyah saat diwawancarai wartawan.BBC Indonesia Darmawansyah saat diwawancarai wartawan.
Sebelum dirawat di RSIP Tadjuddin Chalid, Arsyad menemani anaknya, Imma, menjalani persalinan di Rumah Sakit Batara Siang. Lokasinya di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep).

Lantaran mengalami gangguan pernapasan berat, sang cucu yang baru lahir itu dirujuk untuk dirawat di RSUP Dr. Tadjuddin Chalid di Makassar.

Ditemani Arsyad, bayi itu diantar dengan ambulans tanpa dipungut biaya oleh pihak RS Batara Siang. Mereka tiba di RSUP Tadjuddin Chalid pada Sabtu (15/06) dini hari.

Pada Sabtu (16/06) pagi, sekitar pukul 09.47 Wita, sang bayi meninggal dunia.

Arsyad membayangkan bahwa pihak RSUP Tadjuddin bakal mengantar jenazah cucunya dengan ambulans secara gratis.

Baca juga: Demo Penolakan Tapera di Makassar, Buruh: Aturan Ini Sangat Memberatkan Pekerja

Kenyataannya dia harus membayar sewa ambulans. Rupanya bantuan ambulans gratis untuk keluarga tidak mampu itu terbatas untuk pengantaran pasien rujukan, bukan untuk mengantar jenazah di luar kota.

Arsyad kebingungan. Dia tak punya uang sepeser pun.

Halaman:


Terkini Lainnya
Bupati Luwu Timur Diduga Umrah di Tengah Larangan Kepala Daerah Pergi ke Luar Negeri
Bupati Luwu Timur Diduga Umrah di Tengah Larangan Kepala Daerah Pergi ke Luar Negeri
Makassar
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Makassar
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
Makassar
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Makassar
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Makassar
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Makassar
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Makassar
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Makassar
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Makassar
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Makassar
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Makassar
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
Makassar
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Makassar
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Makassar
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
Makassar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau