Suku Bugis juga memiliki pakaian adat yang cukup terkenal bernama baju bodo yang dikenakan wanita dan baju tutu yang dikenakan pria.
Baju bodo memiliki ciri khas, yaitu berbentuk segi empat dan memiliki lengan yang pendek dan dipasangkan dalaman yang berwarna senada, tetapi warnanya lebih terang.
Warna dari baju bodo memiliki arti tersendiri yang dapat menunjukkan usia dan martabat dari pemakainya.
Baju tutu adalah semacam jas lengan panjang dengan leher berkerah, serta dihiasi dengan kancing pada bagian leher yang dibuat dari emas atau perak.
Pakaian ini dipasangkan dengan bawahan paroci atau celana serta kain sarung dan tutup kepala berupa songkok. Dikenakan juga kain lipa sabbe yang terlihat polos dan warnanya mencolok dengan ciri khas merah atau hijau.
Sementara dari segi riasan, pengantin Suku Bugis biasanya akan mengenakan paes khas yang disebut dengan dadasa.
Ciri khas lain ditemukan pada rumah adat Suku Bugis yang dikenal dengan nama Saoraja dan Bola yang mendapat pengaruh Islam karena dibangun menghadap kiblat.
Rumah Saoraja adalah rumah untuk kalangan bangsawan, sementara rumah Bola untuk rakyat biasa.
Rumah Saoraja berbentuk rumah panggung yang dibuat dari bahan berbagai jenis kayu dan besi, dengan atap yang berbentuk pelana.
Pada bagian dengan timpalaja atau bidang segitiga antara dinding dengan pertemuan atap memiliki jumlah susunan yang disesuaikan dengan status sosial pemilik rumah.
Masyarakat Suku Bugis memiliki beberapa tradisi khas yang telah dilakukan turun-temurun sejak zaman nenek moyang.
Berikut adalah beberapa tradisi Suku Bugis yang masih melekat dalam kehidupan masyarakat hingga saat ini.
Mappalette Bola adalah tradisi pindah rumah atau prosesi pemindahan rumah adat yang dilakukan oleh Suku Bugis.
Tradisi Mappalette Bola cukup unik karena dilakukan dengan mengangkat bangunan rumah oleh puluhan hingga ratusan warga.
Tradisi ini menggambarkan sikap gotong royong, di mana para lelaki bekerja sama mengangkat bangunan rumah dan para wanita akan bersama-sama menyiapkan berbagai makanan.
Mappadendang adalah pesta tani yang menjadi tradisi Bugis dalam mengucap syukur kepada Tuhan atas keberhasilan dalam memanen padi.
Tradisi Mappadendang identik dengan kegiatan menumbuk gabah di dalam lesung yang dianggap memiliki sisi magis.
Gabah yang masih terikat dengan batangnya akan disucikan dan terhubung dengan tanah menjadi ase (beras) yang nantinya akan menyatu dengan manusia.
Mattojang adalah permainan ayunan raksasa yang menjadi sebuah tradisi khas masyarakat Suku Bugis.