KOMPAS.com - Keberadaan Bissu sempat tak dapat dilepaskan dari budaya dan tradis yang dijalankan Suku Bugis.
Hal ini seiring dengan sejarah Suku Bugis yang mengenal kepercayaan kepada pemilik semesta dan kehidupan jauh sebelum agama-agama yang ada saat ini masuk ke wilayah Sulawesi Selatan.
Baca juga: Uang Panai dalam Pernikahan Suku Bugis, dari Status Sosial hingga Kehormatan Mempelai Wanita
Oleh masyarakat Suku Bugis, Bissu dipercaya sebagai orang suci yang menjadi penghubung antara manusia dan pencipta dan dianggap memiliki pengetahuan tentang berbagai tradisi dan kearifan hidup.
Bahkan pada masa lalu, Bissu sempat memegang peran sangat penting dalam berbagai kegiatan ritual dan upacara adat.
Karena itu, biasanya seorang Bissu sangat paham dengan tata cara penyelenggaraan upacara acara adat, baik secara filosofi maupun teknis.
Baca juga: Suku Bugis: Asal, Tradisi dan Nilai Moralitas
Dilansir dari laman Kemendikbud, Bissu adalah sebutan bagi pemimpin ritual agama Bugis kuno.
Istilah Bissu berasal dari kata ‘bessi’ yang dalam bahasa Bugis memiliki arti bersih. Hal ini merujuk pada kondisi bissu yang tidak berdarah, suci (tidak kotor), karena mereka tidak haid layaknya perempuan.
Ada pula yang menyatakan bahwa kata bissu berasal dari kata Bhiksu atau Pendeta Buddha.
Baca juga: Asal-usul Suku Bugis
Dilansir dari laman nationalgeographic.grid.id, Petsy Jessy Ismoyo, peneliti dari Indonesian Consortium for Religious Studies, Yogyakarta, menyebutkan bahwa dalam kepercayaan masyarakat Bugis kuno (Attoriolong), terdapat jumlah gender berbeda dengan umumnya di Indonesia saat ini (gender biner), salah satunya Bissu.
Selain Bissu (androgini atau interseks yang menjadi pemuka agama)m ada juga oroané (pria), makkunrai (wanita), calalai (priawan), calabai dan (waria).
Dari lima jenis gender tersebut, gender calabai atau calalai dapat menjadi seorang Bissu.
Namun dari berbagai calabai, hanya golongan calabai tungke’na lah yang dapat meraihnya. Calabai tungke'na lino, merupakan calabai yang memiliki derajat tertinggi.
“Seorang calabai harus menerima berkah dari para dewa untuk mencapai level itu,” jelas Jessy.
Lebih lanjut, dijelaskan pula bahwa Bissu memiliki pembagian menjadi tiga sesuai hirarki, yaitu Puang Matowa, Puang Lolo, dan Ana’Bissu.
Untuk menjadi Puang Matowa atau kepala Bissu, seseorang harus terlebih dahulu melalui Puang Lolo.
“Puang Lolo mewarisi seluruh pengetahuan dari puang matowa,” terang Jessy.
Ia juga mengatakan bahwa kedua Bissu tersebut dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Ana’Bissu.
Masa kerajaan pra-Islam di tanah Bone (1623 – 1605 M) adalah masa kejayaan bagi para Bissu.