Mereka memberantas para bissu karena dianggap penyembah berhala dan tidak sejalan dengan syariat Islam.
Saat itu, ribuan perlengkapan upacara dibakar atau ditenggelamkan ke laut, sementara banyak dukun (sanro) dan Bissu dibunuh atau digunduli, lalu dipaksa menjadi laki-laki normal.
Penderitaan mereka masih berlanjut ketika Orde Lama (Orla) ditumbangkan oleh rezim Orde Baru (Orba) pada tahun 1965.
Para Bissu dan mereka yang percaya akan kesaktian arajang menjadi tertuduh penganut komunis atau anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
Gerakan yang dikenal dengan nama “Operasi Toba” (Operasi Taubat) gencar terjadi pada tahun 1966.
Sejak itu, upacara Mappalili mengalami kemunduran, sementara upacara-upacara Bissu tidak lagi diselenggarakan secara besar-besaran.
Para Bissu memilih bersembunyi dari ancaman maut yang memburunya
Dilansir dari laman Kompas.id, setelah sempat hilang di masa pergerakan kemerdekaan, keberadaan Bissu di Bone perlahan kembali muncul karena masyarakat masih memahami perannya.
Ketika pelantikan Raja Bone A Mappanyukki yang merupakan Raja Bone terakhir, Bissu juga diminta untuk memimpin upacara pelantikan.
Sementara di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, peran Bissu masih digunakan terutama dalam pertanian, yaitu untuk menentukan hari baik saat benih pertama ditabur.
Bissu juga akan menjadi orang yang pertama kali menabur benih, karena sebagian warga masih percaya bahwa hal tersebut membuat hasil panen lebih berhasil.
Kembalinya fungsi Bissu dalam acara ritual Bugis, sesungguhnya melalui pengorbanan yang panjang. Hal ini juga tak lepas dari fungsi sosial para Bissu yang masih terekam dalam masyarakat.
Lebih lanjut, menurut Nurhayati, di tengah arus modernisasi yang begitu kuat, Bissu tak dihubungkan dengan permasalahan terkait gender ataupun kepercayaannya.
Keberadaan Bissu mestinya dilihat sebagai salah satu benteng penjaga tradisi dan peradaban, karena mereka menyimpan banyak memori kolektif tentang kearifan lokal suku Bugis di masa lampau.
Terlepas dari permasalahan tersebut, banyak kearifan masa lalu yang memiliki nilai baik untuk diterapkan di masa kini, dan nilai-nilai itu di antaranya dipahami oleh Bissu.
Sumber:
kompas.id
nationalgeographic.grid.id
kebudayaan.kemdikbud.go.id