“Sejumlah sumber di lapangan mengatakan, 3 bangunan yaitu masjid, sekolah dan pasar menjadi tempat berkumpulnya masyarakat di pegunungan dan yang bermukim di bawah pegunungan,” kata Rahma Nur Amalia salah satu peneliti ditemui Kompas.com, Selasa (26/3/2024) malam.
Rahma menjelaskan, sejarah tradisi hui lo kunu diawali masyarakat dari gunung turun untuk mandi di sumur tua masjid Darussalam. Mereka berbondong-bondong meninggalkan rumah membawa keluarga.
Warga dari gunung ini percaya, mandi di sumur tua dapat menyembuhkan penyakit, mempermudah urusan jodoh, juga membersihkan tubuh dari najis sehingga memberikan kenyamanan dan kekhusyukan dalam beribadah pada pertengahan Ramadhan.
“Setelah mandi di sumur tua mereka melaksanakan shalat isya dan tarawih berjamaah di masjid Darussalam. Setelah tarawih mereka pergi ke pasar, berkumpul bersilaturahim sambil bercengkrama menikmati bulan purnama,” tutur Rahma.
Hal menarik dari tradisi ini adalah hadirnya buah pisang dan kacang sebagai sajian utama.
Kedua buah ini menjadi ciri khas pada tradisi ini.
Menurut para peneliti muda IAIN Sultan Amai, pisang dan kacang merupakan hasil utama kebun para warga.
Dari kebiasaan mandi dan berkumpul di tempat yang selalu ramai, kemudian muncul gagasan menjual pisang dan kacang yang merupakan hasil kebunnya.
Pisang dan kacang juga merupakan makanan yang menjadi buah tangan untuk antaran remaja pria kepada teman gadisnya pada masa lalu.
“Awalnya hanya seorang yang menjual pisang dan kacang menggunakan lapak seadanya, menggunakan penerangan lampu minyak, tetapi seiring berjalannya waktu, para penjual lain juga ikut sehingga dapat membantu perekonomian masyarakat,” ungkap Rahma.
Tradisi makan pisang dan kacang ini juga merupakan simbol dari rasa syukur warga desa kepada Allah.
Baca juga: Melihat Tradisi Roah, Perekat Rasa Persaudaraan Masyarakat Sasak Saat Ramadhan
Tradisi hui lo kunu masih terjaga hingga kini, bahkan semakin semarak dengan hadirnya berbagai pedagang dan pengunjung dari luar daerah. Suasana ini menjadi magnit yang menarik bagi wisatawan untuk menikmati pisang dan kacang dari Desa Payunga.
Hui lo kunu bisanya dimulai pada malam 13 Ramadan sampai puncaknya tanggal 15 Ramadan. Sejak sore para pedagang sudah Bersiap-siap di Lapangan Porbat, Namun puncak keramaian terjadi setelah salat Tarawih. Semua warga tumpah ruah berkumpul di lapangan ini, mereka memburu kacang dan pisang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.