MAROS, KOMPAS.com - Balai Pengelola Kereta Api (BPKA) Sulawesi Selatan (Sulsel) bersama-sama PT Celebes Railway Indonesia (CRI) telah melakukan identifikasi penyebab banjir.
Kegiatan identifikasi ini dilakukan di tiga desa yang paling dekat dengan jalur kereta api, yaitu Desa Lalabata, Desa Paciro Takkalasi dan Desa Tanete Rilau.
Kepala BPKA Sulsel Fathir Siregar dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Rabu (22/2/2023) mengatakan, bahwa kegiatan identifikasi dilakukan untuk melihat langsung lokasi yang terdapat pada video amatir yang beredar di masyarakat.
“Maksud dan tujuan melakukan tinjauan bersama PT CRI untuk melakukan identifikasi dan inventarisir banjir khususnya wilayah Kabupaten Barru yang hasilnya akan didiskusikan lebih lanjut dalam melakukan langkah-langkah penanganannya,” ucap Fathir.
Fathir mengatakan, banjir di Sulsel disebabkan curah hujan yang tinggi.
Di mana sebelumnya, BMKG Wilayah IV sudah mengeluarkan peringatan dini bahwa akan terjadi hujan berintensitas lebat-sangat lebat pada tanggal 12-16 Februari 2023.
"Peringatan serupa juga telah dikeluarkan oleh BMKG Wilayah IV untuk rentang waktu tanggal 20-23 Februari 2023 di wilayah Sulawesi Selatan bagian barat, meliputi Kabupaten/Kota Pinrang, Parepare, Barru, Pangkajene dan Kepulauan, Maros, Makassar, Takkalar dan wilayah Sulawesi Bagian Tengah," ucap dia.
Fathir menuturkan, berdasarkan berita yang dikumpulkan jalur Kabupaten Barru-Soppeng sempat lumpuh.
Dia juga menegaskan, jika banjir di Kabupaten Barru sudah terjadi sebelum kereta api dibangun.
"Bencana banjir juga pernah terjadi di Kelurahan Lompo Riaja dengan ketinggian air satu meter pada tahun 2016. Bahkan akibat banjir yang melanda Dusun Ele, Dusun Lisu dan Dusun Botto-Botto di Desa Lompo Tengah, jalur Barru-Soppeng mengalami kelumpuhan total selama 5 jam," ujar dia.
Fathir menambahkan, jika banjir pada tahun 2017 di Kabupaten Barru, mengakibatkan tiga desa, yaitu Desa Binuan, Kamiri dan Desa Lampoko di Kecamatan Balusu.
Ketinggian air membuat warga yang sebagian petani tidak bisa beraktivitas seperti biasanya.
"Pemerhati air sekaligus alumni pascasarjana Unhas program perencanaan dan pengembangan wilayah/PPW, Mustamin Raga menyebutkan, bahwa keberadaan rel kereta justru menjadi tanggul penahan mengurangi debit aliran permukaan dari gunung sebelum meluber ke jalan. Jadi, banjir di Barru bukan karena pembangunan rel kereta api," ujar dia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.