Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosok Wayang Hadi Kesumo Pemimpin Bab Kesucian Gowa yang Dianggap Sesat, Kini Pilih Tutup Yayasan

Kompas.com, 4 Januari 2023, 15:25 WIB
Rachmawati

Editor

Harapannya, agar MUI Sulsel bisa menunjukkan mana yang sesat, mana yang tidak.

"Saya terima kok kalau saya dibilang sesat, kalau memang saya sesat, saya minta dibimbing. Kalau saya sesat, saya minta ditunjukkan mana yang sesat," urainya.

Buntut viralnya Yayasan Nur Mutiara Makrifatullah dituding sesat, Hadi mengatakan belasan santrinya memilih keluar.

Baca juga: Aliran Sesat Bab Kesucian Ditemukan di Gowa, Pengikutnya Dilarang Shalat dan Makan Ikan

Menurutnya, para santri tersebut memilih keluar daripada dicap ikut aliran sesat. Padahal, sebelumnya ada 50-an santri yang belajar di yayasan milik Hadi.

"Sudah ada yang pulang sekitar 17-an, siapa yang tidak takut dibilangin sesat? Pasti larilah. Sebelumnya ada sekitar 50-an lebih anak yang belajar di sini secara gratis," kata dia.

"Mereka yang belajar itu anak miskin atau kurang mampu dan yatim," tambah dia.

Awal muda dituding sesat

Tudingan sesat yang mengarah ke Bab Kesucian berawal dari warga yang mengirimkan pertanyaan ke MUI Sulawesi Selatan.

Menurut warga tersebut, Yayasan Nur Mutiara Makrifatullah melarang pengikutnya mengonsumsi ikan dan susu, juga salat lima waktu.

Hal itu diketahui warga karena keluarganya tergabung menjadi anggota Bab Kesucian.

"Assalamu'alaikum Ustaz. Mohon maaf sebelumnya, saya buka internet terkait adanya ajaran sesat yang dikeluarkan oleh MUI Tanah Datar (Sumatera Barat) maupun MUI-nya Malaysia tentang Bab Kesucian dipimpin oleh seorang ulama di Gowa dan kebetulan keluarga saya termasuk menjadi salah satu jamaahnya.

Yang mengharamkan makan daging ikan dan susu, bahkan tidak lagi menjalankan salat lima waktu.

Baca juga: Soal Dugaan Aliran Sesat, Kesbangpol Sumedang Tunggu Rekomendasi MUI

Terkait dengan hal tersebut, mohon informasinya apakah ajaran tersebut seuatu yang menyimpang atau bagaimana?

Nama pengajiannya Bab Kesucian. Yayasannya Nur Mutiara Makrifatullah. Pusatnya ada di Gowa.

Nama pimpinannya Wayang Hadi Kesumo. Saya pernah berkirim surat juga ke MUI Gowa, tapi belum ada klarifikasi dari MUI Gowa terkait aktivitas ajaran tersebut."

Menjawab pertanyaan tersebut, MUI Sulsel menyebut aliran Bab Kesucian sesat karena dua faktor.

Pertama, karena melarang mengonsumsi ikan dan susu.

Padahal, Islam tak mengharamkan dua makanan tersebut, apalagi susu menjadi minuman kesukaan Rasullah SAWI.

Kedua, lantaran melarang salat lima waktu, dimana hal tersebut bertentangan dengan Rukun Islam.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sosok Wayang Hadi Kesumo, Pemimpin Bab Kesucian Gowa yang Ajarannya Dituding Sesat, Tutup Yayasannya

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:


Terkini Lainnya
Bupati Luwu Timur Diduga Umrah di Tengah Larangan Kepala Daerah Pergi ke Luar Negeri
Bupati Luwu Timur Diduga Umrah di Tengah Larangan Kepala Daerah Pergi ke Luar Negeri
Makassar
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Makassar
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
Makassar
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Makassar
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Makassar
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Makassar
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Makassar
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Makassar
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Makassar
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Makassar
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Makassar
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
Makassar
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Makassar
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Makassar
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
Makassar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau