Saat itu gereja hanya berkapasitas 200 tempat duduk. Pada tahun 1939, Gereja Katedral Makassar dipugar,
Menara besi dibongkar dan diganti dengan menara baru yang terhubung dengan pintu masuk. Sementara di ruang sakristi, ditambah dua kursi pengakuan di bagian belakang serta dua altar samping di bagian depan
Pada tahun 1940, peringatan paskah sudah dirayakan dalam gedung yang telah dipugar.
Baca juga: Setelah Terjadi Bom Bunuh Diri di Makassar, Polisi Razia Perbatasan Sulsel dan Sulbar
Pada 9 Oktober 1943, Kota Makassar yang saat itu brenama Ujung Pandang dibom oleh tentara Sekutu.
Dan satu bom yang cukup kuat, jatuh kira-kira 10 meter lewat gedung Katedral, sebelum barat yang saat ini menjadi gedung kantor baru Keuskupan.
Saat itu, jendela warna di belakang altar rusak berat dan atap bocor. Lalu lubang jendela di belakang altar ditutup dengan tiga batu yang menyatu dengan tembok.
Baca juga: Jadi Pahlawan Saat Terjadi Bom Bunuh Diri, Begini Kondisi Sekuriti Gereja Katedral Makassar
Perbaikan kerusakan itu berlangsung agak lambat. Lalu ada seorang dermawan yang menghadiahkan kaca warna yang bagus untuk jendela di samping kiri dan kanan. Kaca warna jendela itu memberi suasana khas kepada Katedral.
Dan pada tahun 1978, plafon seng geraja diganti dengan plafon dari teak-wood. Lalu pada tahun 1984 balkon dipugar hingga muat 120 orang.
Baca juga: Kesaksian Warga Saat Bom di Gereja Katedral Makassar, Dengar Ledakan hingga Bawa Korban ke RS
Pada tahun 1633, Raja Gowa memberi kebebasan pada sejumlah misionaris Katolik dari Portugal untuk beribadah. Termasuk mendirikan gereja.
Lalu terjadi gejolak antara VOC dan orang-orang Portugis. Hubungan mereka semakin memanas sehingga para rohaniawan angkat kaki dari Makassar.
Pada 19 Agustus 1660, ada penandatangan perjanjian Batavia dan saat itu seluruh warga Portugis harus keluar dari Makassar.
Baca juga: Sejarah Gereja Katedral Makassar, Jejak Toleransi Raja Gowa Sultan Alauddin
Sejak saat itu, selama 225 tahun tak ada pastor yang menetap di Makassar untuk melayani umat beribadah.
Pada tahun 1892, 1892, Pastor Aselbergs SJ dari Larantuka, NTT, ditugaskan menjadi Pastor Stasi Makassar pada 7 September 1892.
Saat itu Pastor Aselbergs tinggal di sebuah rumah di Heerenweg (kini Jalan Hasanuddin).