KOMPAS.com - Suku Bugis salah satu suku bangsa yang menghuni Pulau Sulawesi, sekaligus menjadi sebagai salah satu suku terbesar yang mendiami wilayah Sulawesi Selatan.
Suku ini tersebar di beberapa wilayah, antara lain Kabupaten Bone, Sinjai, Sidrap, Pinrang, Barru, Pare-Pare, Bulukumba, Sopeng, Wajo, dan Luwu.
Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar ada di wilayah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan, sementara daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang.
Baca juga: Mengenal 10 Suku di Sulawesi, dari Suku Bugis hingga Suku Talaud
Suku Bugis sendiri merupakan suku yang tergolong ke dalam suku-suku Deutero Melayu atau Melayu Muda, yaitu populasi yang bermigrasi pada gelombang kedua dari dataran Dongson di Vietnam Utara.
Sebagai suku yang dikenal sebagai pelaut andal, Suku Bugis dikenal piawai mengarungi samudera dengan sebuah perahu legendaris yang bernama perahu pinisi.
Baca juga: Uang Panai dalam Pernikahan Suku Bugis, dari Status Sosial hingga Kehormatan Mempelai Wanita
Dilansir dari laman Gramedia, kedatangan Suku Bugis pertama kali ke Nusantara terjadi setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia, tepatnya dari Yunan.
Terkait sejarahnya, nama Bugis berasal dari kata To Ugi yang dalam bahasa setempat berarti orang Bugis.
Baca juga: Mengetahui Asal Suku Bugis, Pelaut Handal dari Sulawesi Selatan
Hal ini kemudian terkait erat dengan asal-usul dan sejarah Suku Bugis itu sendiri.
Sesuai asal penamaaanya, kata “ugi” merujuk kepada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana atau Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi.
La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayah dari Sawerigading.
Sawerigading adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak, termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dalam bahasa Bugis kuno.
Lontara tersebut kemudian menjadi simbol budaya Suku Bugis yang diwariskan dari masyarakat terdahulu ke masyarakat masa berikutnya.
Sementara itu, rakyat La Sattumpugi memberi nama mereka merujuk kepada sang raja dengan menjuluki dirinya sebagai “To Ugi” atau orang-orang pengikut dari La Sattumpugi.
Sejak zaman nenek moyang, masyarakat Suku Bugis telah mengembangkan beberapa ciri yang membedakan mereka dengan suku lain.
Dari segi kepercayaan, Suku Bugis sudah memiliki sistem kepercayaan sendiri sebelum agama berkembang di nusantara.
Salah satunya dapat dilihat dari keberadaan Bissu yang merupakan tokoh spiritual yang dianggap sakral oleh masyarakat Bugis karena dipercaya sebagai orang suci yang menjadi penghubung antara manusia dan pencipta.
Setelah pengaruh agama masuk, sebagian besar masyarakat Suku Bugis kemudian menganut agama Islam hingga saat ini.
Dari segi bahasa, Bahasa Bugis menjadi salah satu bahasa daerah dengan jumlah penutur besar dan sampai saat ini masih digunakan sebagai alat komunikasi oleh masyarakat Bugis.
Sementara sistem kekerabatan Suku Bugis menganut sistem parental, atau mengikuti lingkungan dari garis keturunan kedua orang tuanya.