Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bina 126 Anak Disabilitas, Sekolah SLB di Makassar Kekurangan Guru

Kompas.com, 6 November 2023, 11:32 WIB
Darsil Yahya M.,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi


MAKASSAR, KOMPAS.com - Sekolah Luar Biasa (SLB) Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Anging Mammiri Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), saat ini membina sekitar 126 siswa.

Sekolah yang terletak di Jalan Kapten Piere Tendean, Kecamatan Tallo, Kota Makassar, ini sama seperti sekolah pada umumnya. Namun, yang siswanya merupakan penyandang disabilitas.

Di antaranya, ada tuna rungu (tidak dapat mendengar), tuna grahita (lambat belajar), down syndrome (kelainan genetik), tuna daksa (ketidaksempurnaan fisik).

Serta anak cerebral palsy (kelainan pada otak yang mempengaruhi kendali otak atas sistem saraf dan otot) dan anak autis (gangguan perkembangan saraf).

Baca juga: Warga Makassar Minta Turunkan Uang Panai jika Anies Terpilih Presiden

Saat Kompas.com berkunjung SLB YPAC Anging Mammiri Makassar, hanya beberapa siswa yang hadir. Mereka terlihat mengenakan pakaian pramuka.

Ada yang bermain di taman sekolah ada juga yang lari keluar masuk dari dalam kelas sambil bercanda dan ketawa bersama seorang guru perempuannya.

Suasana di sekolah pun tampak sepi, jumlah siswa terlihat berada di area sekolah hanya sekitar 10 orang. Mereka menunggu jemputan untuk pulang ke rumah.

Kepala Sekolah SLB YPAC Anging Mammiri, Mukhlis mengatakan, suasana sekolah tampak sepi karena hari Sabtu, sekolah baru ramai jika hari Senin.

Mukhlis menuturkan, sekitar 126 siswa yang jadi anak didiknya merupakan gabungan semua tingkatan sekolah, mulai dari siswa SD, SMP dan SMA.

Meski membina ratusan siswa, namun Mukhlis mengeluh, sebab di sekolah yang ia pimpin saat ini kekurangan tenaga pengajar atau guru. Jumlah guru hanya 14 orang mengangani 126 siswa.

Sehingga, ia berharap, pemerintah bisa menambah jumlah kuota guru untuk sekolah swasta khususnya SLB.

Apalagi, SLB YPAC Anging Mammiri menerima anak didik dari Kecamayan Wajo, Ujung Tanah Biringkanaya atau Makassar bagian utara.

"Kami ingin tenaga guru yang cukup. Apalagi, program pemerintah hanya mengangkat guru untuk sekolah negeri, tapi karena kita (sekolah) swasta jadi kami tidak masuk kategori penambahan guru jadi kami harap pemerintah juga tambah guru untuk sekolah (SLB) swasta," kata Muklis, saat ditemui Kompas.com di sekolah SLB YPAC Anging Mammiri, Sabtu (4/11/2023).

Baca juga: Dosen dan Mahasiswi di Makassar Panik Terjebak Dalam Lift Saat Listrik Padam

Saat ini, kata Mukhlis, dari 14 guru, hanya ada 6 guru yang berstatus PNS sementara 8 sisanya masih berstatus non PNS atau guru honorer.

Dia mengaku, dalam peraturan pemerintah untuk siswa tuna grahita mestinya maksimal hanya 5 siswa per kelas, tapi di sekolahnya hal itu tidak bisa diterapkan karena kurang guru.

"Di sini 1 kelas kadang 12 siswa karena kekurangan guru, mana banyak guru sudah pensiun, guru-guru hononer yang lulus ditempatkan di sekolah negeri," ujar dia.

Mukhlis menceritakan, untuk proses belajar mengajar di sekolahnya ia sesuaikan dengan kemapuan para siswanya karena prosesnya berbeda dari sekolah pada umumnya.

"Apa yang mereka mampu itu yang diikuti. Proses belajarnya pun perlahan-lahan ditingkatkan sebab jika memberi pelajaran seperti anak normal sangat sulit karena mereka kadang tidak paham," tutur dia.

Halaman:


Terkini Lainnya
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Makassar
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
Makassar
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Makassar
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Makassar
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Makassar
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Makassar
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Makassar
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Makassar
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Makassar
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Makassar
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
Makassar
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Makassar
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Makassar
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
Makassar
Polemik PBNU, Cak Imin: Kelakuan PBNU Kecewakan Masyarakat NU
Polemik PBNU, Cak Imin: Kelakuan PBNU Kecewakan Masyarakat NU
Makassar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau