Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Dugaan Pelecehan Seksual oleh Dosen di Unhas, Korban Disudutkan Satgas, Pelaku Kini Dinonaktifkan

Kompas.com, 1 Desember 2024, 11:33 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Seorang mahasiswi diduga menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang dosen Universitas Hasanuddin di Makassar, Sulawesi Selatan. Kasus ini adalah satu dari sekian banyak kasus serupa di perguruan tinggi di Indonesia dengan tren menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.

Pihak kampus telah mencopot jabatan dosen tersebut, sekaligus memberikan skorsing selama tiga semester. Namun sejumlah mahasiswa Unhas dan pendamping korban menganggap sanksi ini tak sebanding dengan dugaan pelanggaran yang dilakukan.

Penolakan sanksi kepada dosen yang diduga melakukan kekerasan seksual diwujudkan sejumlah mahasiswa Unhas melalui rangkaian demonstrasi.

Dalam perkembangan terbaru, Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unhas merekomendasikan Rektorat Unhas untuk memberikan sanksi tambahan berupa pemberhentian kepada dosen yang diduga melakukan pelecehan seksual.

Baca juga: Unhas Rekomendasikan Pecat Dosen Pelaku Pelecehan Mahasiswi

"Kami memberikan masukan kepada rektor untuk diusulkan tambahan satu sanksi lagi, yaitu pemberhentian tetap sebagai ASN dosen. Tapi karena ini bukan kewenangan rektor, rektor mengirim surat kepada menteri [pendidikan tinggi, sains dan teknologi]dan itu nanti akan semua keputusan itu ada pada menteri” ujar Ketua Satgas PPKS Unhas, Prof. Dr. Farida Patittingi, pada Jumat (29/11).

BBC News Indonesia telah berupaya menghubungi terduga pelaku untuk dimintai keterangan, namun hingga artikel ini diterbitkan yang bersangkutan tidak memberikan respons.

Kasus dugaan kekerasan seksual di Unhas adalah satu dari sekian banyak kasus serupa di perguruan tinggi di Indonesia. Bahkan, trennya menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.

Menurut Komnas Perempuan, tren kenaikan ini disebabkan semakin banyak korban yang melaporkan kekerasan seksual yang dialami. Pada saat bersamaan, semakin banyak pula perguruan tinggi yang membentuk Satgas PPKS.

Baca juga: Duduk Perkara Dosen Dicopot Usai Lecehkan Mahasiswi Unhas Saat Bimbingan Skripsi

Bagaimana kasus dugaan ini berawal?

Ilustrasi kekerasan seksual. Perjalanan korban mendapatkan keadilanBy Junejunia - Own work via commons.wikimedia.org Ilustrasi kekerasan seksual. Perjalanan korban mendapatkan keadilan
Kasus ini terungkap saat korban—seorang mahasiswi tingkat akhir—melaporkan pelecehan yang dialaminya saat melakukan konsultasi skripsi 25 September 2024.

Menurut korban, awalnya proses bimbingan skripsi dengan seorang dosen berjalan seperti biasanya. Namun ketika korban izin pulang, dosen tersebut tidak mengizinkannya. Saat itulah, korban mengeklaim, pelecehan seksual terjadi.

Korban lalu melapor ke Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unhas dan kasusnya pun ditangani.

Setelah melakukan investigasi, Satgas PPKS Unhas mengeklaim terduga pelaku “terbukti melakukan pelecehan seksual” dan menjatuhkan “sanksi berat” kepada dosen tersebut.

“Sanksi yang kami berikan berat, saat proses pemeriksaan langsung dinonaktifkan dari jabatan akademik yang diberikan dan diberhentikan sementara untuk melaksanakan tugas tridarma mulai semester ini ditambah dua semester depan,” jelas Ketua Satgas PPKS Unhas Prof. Dr. Farida Patittingi, dalam keterangan tertulis pada Senin (18/11).

Baca juga: Unhas Copot dan Nonaktifkan Dosen yang Lecehkan Mahasiswi

“Jadi secara keseluruhan, haknya sebagai dosen diberhentikan sementara hingga satu tahun setengah,” lanjut Farida.

Sanksi tersebut meliputi pemberhentian tetap sebagai Ketua Gugus Penjaminan Mutu dan Peningkatan Reputasi dan pembebasan sementara dari tugas pokok dan fungsinya sebagai dosen selama semester ini dan tambahan dua semester mendatang, yaitu Semester Akhir Tahun Akademik 2024/2025 dan Semester Awal Tahun Akademik 2025/2026.

Satgas PPKS Unhas mengeklaim telah menunjukkan “komitmen tegas” terhadap pemberantasan kekerasan seksual di lingkungan kampus dengan menjatuhkan “sanksi berat” kepada dosen tersebut.

Akan tetapi, sanksi yang diklaim “berat” ini dipertanyakan oleh pendamping korban, Aflina Mustafainah.

“Kalau seandainya Unhas hanya memberikan skorsing tiga semester, satu tahun setengah kemudian ada orang diajar oleh orang ini, maksudnya gimana ya?”

“Kayak ada hal yang aneh gitu,” lanjutnya.

Baca juga: Sebar Video Dosen Lecehkan Mahasiswi di Bali, Pemilik Akun Instagram Dipanggil Polisi

Senada, sejumlah mahasiswa Unhas mengaku tidak puas dengan sanksi yang diberikan kepada dosen yang diklaim terbukti melakukan pelecehan seksual.

Kasus yang tak selesai

Ketua Satgas PPKS Unhas, Prof Farida Patittingi saat konferensi Pers, Jumat (29/11/2024).KOMPAS.COM/HENDRA CIPTO Ketua Satgas PPKS Unhas, Prof Farida Patittingi saat konferensi Pers, Jumat (29/11/2024).
Mahasiswa Unhas kemudian menggelar rangkaian demonstrasi sebagai aksi solidaritas terhadap korban dan bentuk mosi tidak percaya kepada Satgas PPKS.

“Teman-teman sendiri melihat itu bukan sanksi yang berat, apalagi skorsing ini karena teman-teman juga lihat banyak persoalan kekerasan seksual yang tidak selesai di Unhas," ujar salah satu mahasiswa, Imo—yang menghendaki nama lengkapnya tidak dipublikasikan.

“Itu sebenarnya hal yang betul-betul sangat disayangkan penanganan kasus KS (kekerasan seksual), apalagi melibatkan dosen dan mahasiswa,” lanjutnya.

Halaman:


Terkini Lainnya
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Makassar
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
Makassar
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Makassar
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Makassar
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Makassar
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Makassar
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Makassar
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Makassar
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Makassar
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Makassar
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
Makassar
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Makassar
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Makassar
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
Makassar
Polemik PBNU, Cak Imin: Kelakuan PBNU Kecewakan Masyarakat NU
Polemik PBNU, Cak Imin: Kelakuan PBNU Kecewakan Masyarakat NU
Makassar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau