Editor
Untuk membedakan derajat di antara mereka, Songkok Recca dibuat dengan pinggiran emas (pamiring Pulaweng) yang menunjukkan strata pemakainya.
Pada saat itu, tidak semua orang dapat memakai kopiah tersebut kecuali anggota kerajaan.
Pada periode inilah songkok disebut Songkok Pamiring.
Pada saat Songkok Recca menjadi kopiah resmi Kerajaan Bone, La Mappanyukki mengatakan hanya ada dua kerajaan yang dapat memakai Songkok Pamiring, yaitu Mangkau Ri Bone Majjajareng dan Sombayya Ri Gowa.
Dari sinilah awal, Songkok Pamiring terdapat di Gowa yang disebut Songkok Guru, yang kemudian berkembang di daerah sekitar hingga Takalar.
Songkok Recca yang bercorak lapisan emas disebut Songkok Pamiring.
Pada masa Kerajaan Bugis, emas yang melingkar pada Songkok Pamiring mengandung makna.
Lingkaran emas yang semakin tinggi sebagai tanda derajat kebangsawanan pemakainya semakin tinggi.
Besaran lingkaran emas ini biasanya hampir menutupi semua bagian songkok dan menyisakan sekitar satu sentimeter bagian yang tidak terbalut emas.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 29 Tanggal 4 Juli Tahun 1959 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi, Bone berubah menjadi kabupaten.
Sedangkan sistem kerajaan di Bone dengan sendirinya berakhir.
Baca juga: Upiah Karanji, Songkok Rumput yang Tenar dari Gorontalo
Pada masa tersebut, Songkok Pamiring dapat digunakan siapa saja tanpa memandang jabatan atau kebangsaanan. Periode ini disebut Songkok To Bone.
Namun keberadaan songkok tetap istimewa di masyarakat karena kopiah ini akan menunjukkan karisma pemakainya. Terlebih jika benang keemasan diganti dengan emas murni.
Meskipun bukan lagi milik bangsaan, bagi pemakai songkok yang memahami filosofi tidak akan sembarangan memakainya.
Songkok Recca terbuat dari serat pelepah daun lontar.