Walau masih menggunakan cara-cara tradisional, teknik pembuatan kapal Pinisi sangat memperhatikan ketelitian dari sisi teknik dan navigasi.
Pembuatan kapal Pinisi di Tana Beru umumnya dilakukan di galangan kapal yang disebut bantilang yang umumnya berada dekat bibir pantai, dengan bagian haluan kapal menghadap ke laut.
Dalam proses pembuatan kapal Pinisi juga disertai dengan laku tradisi yang masih dipertahankan oleh masyarakat setempat.
Setidaknya ada tiga tahap yang harus dilalui untuk membuat sebuah kapal hingga akhirnya siap berlayar.
Tahap pertama dimulai dari penentuan hari baik untuk mencari kayu untuk membuat kapal Pinisi, yang biasanya jatuh pada hari ke-5 dan ke-7 pada bulan yang sedang berjalan.
Hari baik tersebut memiliki makna khusus, seperti angka 5 yang menyimbolkan naparilimai dalle‘na atau rezeki yang ada di tangan, dan angka 7 menyimbolkan natujuangngi dalle‘na atau selalu mendapat rezeki.
Tahap kedua adalah proses menebang, mengeringkan, dan memotong kayu. Proses inilah yang akan memakan waktu lama, bahkan hingga berbulan-bulan.
Tahap ketiga adalah proses peluncuran kapal pinisi ke laut yang biasanya dilakukan dengan tradisi anyorong lopi atau mendorong kapal secara manual yang dilakukan secara gotong-royong.
Sebelum masuk tahapan ketiga, dilakukan pula beberapa tradisi seperti upacara maccera lopi atau tradisi menyucikan kapal pinisi yang ditandai dengan penyembelihan binatang.
Hal ini tidak hanya berlaku di Desa Beru, namun dilakukan di desa lain yang masih menjaga dan melestarikan tradisi nenek moyang dalam pembuatan kapal Pinisi.
Tidak hanya dalam segi pembuatan, hubungan antar masyarakat terkait aspek sosial dan budaya juga berlaku dalam proses ini.
Salah satunya adalah saat setiap kelompok masyarakat yang memiliki keahlian saling melengkapi dalam proses pembuatan perahu yang dilakukan secara bersama-sama dalam sistem gotong royong.
Mereka terdiri dari para punggawa (tukang ahli), sawi (tukang-tukang lain yang membantu punggawa), serta calon-calon sawi.
Pengetahuan dan keterampilan diwariskan melalui pembiasaan, pemberian contoh, dan pengulangan, yang dimulai dengan cara anak-anak dibiasakan bermain di sekitar bantilang.
Dalam prosesnya juga terdapat sistem pembagian kerja dan jenjang karir bagi para pengrajin kapal Pinisi.