Mahasiswa asal Kabupaten Bulukumba itu juga menjelaskan, setelah 23 tahun lembaga yang dipimpinnya berdiri, minat mahasiswa yang ingin bergabung mulai berkurang.
Sebagian mahasiswa sudah ogah atau acuh dengan budaya tradisional yang harus terus dilestarikan.
"Tiap tahun mahasiswa yang gabung itu berkurang, seperti di tahun ini cuma ada kurang lebih hanya 20 yang masuk. Padahal kita kaum muda harus tetap melestarikan budaya kita," ujarnya.
Suandi mengatakan, mahasiswa yang bergabung ke lembaga seni itu juga sudah kurang berminat untuk mempelajari seni-seni tradisional, padahal wadah sudah dipersiapkan.
"Anggota juga sekarang kurang mau belajar memainkan alat musik tradisional. Padahal ini kan harus kita jaga, karena ini asli budaya kita bunyi-bunyian tabuhan gendang, maupun seruling," ungkap dia.
Untuk tetap mempertahankan eksistensi kesenian tradisional di masa sekarang, organisasi yang dipimpinnya berupaya menjaganya dengan cara membuat sebuah pertunjukan.
"Kita buat pementasan, seperti dulu tarian Ma'logo itu permainan tradisional anak-anak di Kabupaten Barru kita buat dan pertunjukan di atas panggung dengan tarian," ucapnya.
Kadang seni tradisional lainnya seperti tarian 'Padduppa' (tarian penyambutan) juga dipertunjukkan untuk tamu kampus atau di acara kampus.
"Biasa setelah kita menari-nari penyambutan itu mahasiswa yang lihat juga tertarik, jadi biasa begitu cara kita untuk tetap memperlihatkan, beginilah kesenian tradisional kita," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.