Tika, bukan nama sebenarnya, termasuk dalam kelompok yang tidak viral itu. Jangankan orang banyak, beberapa orang di dalam keluarga besarnya sendiri bahkan tidak tahu bila gadis 16 tahun ini baru saja menikah siri.
“Warga di sini juga belum tahu,” kata Tika saat ditemui di rumahnya di Kota Makassar, Senin (27/03).
Pacarnya – yang kini telah menjadi suaminya – berusia 21 tahun, sudah cukup umur untuk menikah berdasar undang-undang. Sama seperti Santi, Tika dinikahkan karena hamil.
“Itu atas persetujuan anak saya yang paling tua dengan saya,” kata Rosmiati, yang meminta nama sebenarnya disamarkan, ibu Tika.
Menurut Rosmiati, permohonan dispensasi menikah anaknya ditolak oleh KUA, sehingga pernikahan siri kemudian dilakukan diam-diam di sebuah gedung di Makassar dengan dihadiri seorang imam.
Baca juga: Roadshow Jo Kawin Bocah di Solo, Cegah Pernikahan Anak dari Sekolah
Pernikahan itu dilangsungkan pertengahan Maret lalu.
“Keluarga suami saya tidak ada yang tahu [soal pernikahan ini]. Cuma teman saja yang sebagian tahu,” sebut Rosmiati.
Dalam beberapa kasus, bukan hanya keluarga saja yang menyimpan rahasia dalam pernikahan bawah tangan seperti ini. Imam desa, yang kerap kali berlaku sebagai penghulu, juga sering kali harus diam-diam.
Abdul Haris Sallang adalah seorang imam di salah satu kelurahan di Makassar. Ia mengaku serba salah setiap kali mendapat tugas menjadi penghulu untuk menikahkan pasangan yang masih berusia anak.
“Ada pertentangan [batin]. Kita takut karena ini bertentangan dengan aturan pemerintah,” katanya, saat ditemui di Makassar, Kamis (30/03).
Baca juga: Angka Pernikahan Anak di Wajo Sulsel Tinggi, Tiap Tahun Meningkat
Meski, ia melanjutkan, dalam ketentuan agama perempuan yang sudah haid dan laki-laki yang sudah mimpi basah sah untuk dinikahkan. “Tapi kita kan, diatur oleh Undang-Undang Pernikahan, dalam hal ini Kementerian Agama.”
Abdul Haris sendiri biasanya meminta keluarga yang hendak menikah menunjukkan bukti bahwa anak tersebut telah mendapat penolakan dispensasi menikah dari KUA.
“Kemudian harus ada surat keterangan kehamilan dari dokter atau puskesmas. Kalau memang sudah hamil, ya, tidak masalah,” sebutnya.
Namun persoalannya, kata Abdul Haris, terkadang “ada anak yang tidak hamil tapi ingin dibikinkan surat keterangan hamil agar dapat dinikahkan”.
“Biasanya alasannya suka sama suka.”
Jika tidak ada solusi yang didapatkan dan baik anak maupun keluarganya tetap memutuskan untuk melangsungkan pernikahan siri, Abdul Haris mengaku “menyerahkan kepada orang tua untuk menikahkan anaknya”.
“Biasanya kita tuntun orang tuanya, kita ajari begini caranya menikahkan anak kita. Kalau kita [imam] langsung [menikahkan], tidak berani. Takut, ada sanksinya,” aku Abdul Haris.
“Komunikasi anak-anak dalam berpacaran semakin intens, sehingga itu juga memicu,” kata Meisy.
Penggunaan gawai pada saat pembelajaran jarak jauh (PJJ), juga disebut Henry membuat paparan terhadap hal-hal negatif di internet semakin besar.
“Juga meningkatnya kasus kekerasan seksual dan KTD [Kehamilan Tidak Diinginkan] yang menyebabkan anak ‘terpaksa’ menyetujui pernikahan,” jelas Henky.
Tapi di lain pihak, Henky dan Meisy juga menyebut budaya di masyarakat masih mendukung terjadinya pernikahan anak.
Baca juga: Kasus Pernikahan Anak Tinggi Akibat Pandemi Covid-19
“Budaya tidak boleh menolak pelamar, uang panaik tinggi, atau kalau sudah menstruasi dianggap layak menikah,” kata Henky.
Ketika anak kedapatan berduaan atau berpacaran, imbuh Meisy, dianggap sangat berbahaya. Untuk menghindari malu keluarga, lanjutnya, “kemudian diputuskan secepatnya dinikahkan.”
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.