“Dokter puskesmas melanjutkan pemberian terapi obat Ibuprofen, Dexametasone, dan vitamin C. Anak mulai sesak, namun ringan. Pada tanggal 21 Desember 2021 atau 28 hari setelah pemeriksaan, dokter puskesmas kembali mendapatkan kondisi anak tampak sesak dengan saturasi 55 persen tanpa oksigen. Dokter menduga anak mengalami efusi pleura,” terang dia.
Martira membeberkan, riwayat pelajar AW pernah mengalami diare saat usia 1 bulan.
Setelah itu, orangtua memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak lebih lambat dibanding anak seusianya.
Baca juga: Kesaksian Sopir Ambulans yang Tak Menyangka Rombongan Pemberi Jalan Itu Iring-iringan Jokowi
“Anak baru bisa berjalan tanpa bantuan saat usia 3 tahun dan hingga saat ini anak tampak lebih kecil dan lebih pendek dari anak sesusianya,” beber dia.
Martira kembali menegaskan hasil pengkajian dan causality assessment dan menyimpulkan bahwa, almarhum S memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang diduga disertai komplikasi dengan perdarahan hidung dan darah merembes dari mulut saat kejadian di rumah.
Sementara AW diduga mengalami penyakit jantung bawaan lahir.
”Almarhum Tuan S dan pelajar AW sudah mendapatkan penanganan di rumah atau puskesmas dan disarankan dirujuk ke rumah sakit, namun pihak keluarga menolak. Jadi, Tuan S dan Pelajar AW adalah koinsiden atau tidak terkait dengan vaksinasi,” kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.