MAKASSAR, KOMPAS.com - Sejumlah kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) di Kelurahan Mangasa, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), memprotes ihwal pencairan honor.
Mereka berbondong-bondong mendatangi kantor Kelurahan Mangasa di Jalan Sultan Alauddin II, Kota Makassar, Sulsel, sambil membawa lembaran kertas yang berisi laporan pertanggungjawaban (LPJ), pada Minggu (18/2/2024) malam.
Dari pantauan Kompas.com di lokasi, mereka sempat mengeluh lantaran LPJ para petugas KPPS ini belum dinyatakan lengkap sehingga belum bisa mendapatkan honor.
"Di TPS-nya temanku saya tidak begini, setelah pencoblosan langsung cairji," ucap salah satu wanita petugas KPPS di lokasi.
Baca juga: Lansia di Makassar Ditemukan Tewas Mengapung di Rawa-rawa, Polisi Selidiki
Sementara, Ketua TPS 31 Kelurahan Mangasa Ari mengungkapkan, masih ada dua anggotanya belum menerima pencairan honor.
"Kalau saya anggotaku dua orang belum (pencairan) karena kemarin tidak bisa hadir, setelah dia kemari ada lagi persyaratan baru yang diminta katanya," kata Ari, ketika ditemui Kompas.com di lokasi, Minggu malam.
Ari menyebut, aturan baru yang harus dilengkapi sebelum pencairan honor yakni beberapa kuitansi anggaran yang susunannya selalu berubah.
"Aturannya itu kayak macam-macam kuitansi-kuitansi," ucap dia.
Ketua TPS 19 Kelurahan Mangasa Iren Maulana juga mengungkapkan hal yang sama. Bahkan, dirinya sudah beberapa kali melakukan revisi LPJ namun belum bisa diterima.
"Untuk TPS saya sendiri sudah dua kali revisi, saat bimtek tidak ada standarisasi LPJ itu, bahkan format (LPJ) baru turun di H-1 mau pencairan, format LPJ itu. Makanya kita ketar-ketir," ungkap dia.
Iren bilang, selama dirinya menjadi ketua TPS baru kali ini pencairan honor yang begitu sulit dan membingungkan.
Baca juga: Rumah Dosen di Makassar Dirampok, Harta Senilai Rp 6 Miliar Raib
"Tiga hari (belum pencairan), biasanya kan seperti tahun lalu Pemilu 2019 ketika kami sudah melakukan tugas, suara sudah dikumpulkan besoknya sudah bisa cair, tanpa ada LPJ lagi," beber dia.
Ireng juga menyinggung soal, informasi bahwa mereka dimintai uang senilai Rp 150.000 per TPS jika berminat dibuatkan oleh panitia pemungutan suara (PPS).