Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bacakan Eksepsi, Mantan Bupati Mamberamo Ricky Ham Pagawak Tengah Pakai Kaus "Pepera 1969"

Kompas.com, 10 Agustus 2023, 07:19 WIB
Darsil Yahya M.,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

MAKASSAR, KOMPAS.com - Mantan Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak hadir dalam pembacaan nota keberatan atau eksepsi dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK di Pengadilan Negeri Tipikor Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Rabu (9/8/2023).

Namun, ada yang menarik dalam agenda pembacaan eksepsi yang digelar di Ruang Bagir Manan Pengadilan Negeri Tipikor Makassar.

Ricky Ham Pagawak tampak mengenakan kaus hitam bertuliskan "Tanda Tangan ke 5 Orang Tua Saya Dalam PEPERA 1969 NKRI dan KPK, Bayar Dengan Penjarakan Saya. RHP".

Baca juga: Ricky Ham Pagawak Curhat ke Hakim, Meminta KPK Tak Munculkan Nama Brigita Manohara dan Christa Fransiska di Kasusnya

Tim Penasihat Hukum Terdakwa Ricky Ham Pagawak, Petrus Pieter Ell, mengatakan ada makna dan tujuan dari kliennya mengenakan kaus tersebut. Petrus menyebut orangtua Ricky salah satu yang menentukan Pepera 1969 silam.

"Orangtuanya salah satu pelaku integrasi Irian Barat ke Indonesia dalam Penentuan Pendapat Rakyat atau Pepera Tahun 1969, dan RHP (Ricky Ham Pagawak) merasa diskriminasi karena ada kerugian negara Rp 300 miliar hasil audit BPK 2008-2012 di Kabupaten Mamberano Tengah, tapi tidak diproses hukum hingga saat ini," kata Petrus kepada Kompas.com.

Diketahui dalam agenda sidang eksepsi ini, Ricky Ham Pagawak menyampaikan beberapa hal yang dianggangap ada kejanggalan dalam proses hukum yang dijalaninya.

"Pertama sejak proses hukum ini dimulai KPK, saya tidak pernah sekalipun diperiksa sebagai saksi, sepengetahuan saya sebelum ditetapkan jadi tersangka, terlebih dahulu diperiksa sebagai saksi," ucapnya.

Kedua, kata Ricky sejak awal keberatan untuk disidangkan di Pengadilan Negeri Makassar. "Sudah berulang kali saya sampaikan kepada penyidik dan jaksa KPK karena tuduhan tindak pidana yang saya lakukan terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Tipikor Jayapura bukan Pengadilan Negeri Makassar," ujarnya.

Dia juga menyampaikan, seluruh saksi dalam kasus ini ada di Papua. Termasuk saksi dari pihaknya.

Baca juga: Mantan Bupati Mamberamo Tengah Beberkan Pemberian Uang ke Partai Demokrat dan Hinca Serta Kapolda Papua

"Saksi dari saya berada di Papua sehingga saya tidak punya biaya untuk menghadirkan seluruh saksi," ungkapnya.

Ricky mengatakan, jika sidang ini tetap dilakukan di Pengadilan Negeri Tipikor Makassar, maka jaksa penuntut umum harus mempersiapkan biaya untuk menghadirkan saksi dari pihaknya.

"Ini adalah bentuk diskriminasi yang sangat nyata bagi orang Papua," tuturnya.

Selain itu, ia juga menyatakan banyak kasus yang sama terjadi di wilayah lain, namun yang bersangkutan dikembalikan di wilayah asalnya. Sedangkan dirinya tidak.

Mantan Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak membacakan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan JPU KPK di Ruang Bagir Manan Pengadilan Negeri Tipikor Makassar, Sulsel, Rabu (9/8/2023).Kompas.com/Darsil Yahya M Mantan Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak membacakan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan JPU KPK di Ruang Bagir Manan Pengadilan Negeri Tipikor Makassar, Sulsel, Rabu (9/8/2023).

"Saudara-saudara dari wilayah lain Indonesia yang sama-sama dengan saya menjalani proese hukum di KPK dan sama-sama ditahan di KPK, setelah P21 mereka langsung dikirim ke daerah asal mereka masing-masing untuk disidangkan sesuai tidak pidananya," keluhnya.

Dia juga menyebut, alasan penetapan keputusan pemindahan lokasi sidang di PN Makassar dikarenakan ia sebagai tokoh politik dan adat.

Baca juga: Mantan Bupati Mamberamo Tengah Ungkap Kejanggalan Dakwaan JPU KPK

Halaman:


Terkini Lainnya
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Makassar
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
Makassar
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Makassar
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Makassar
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Makassar
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Makassar
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Makassar
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Makassar
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Makassar
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Makassar
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
Makassar
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Makassar
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Makassar
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
Makassar
Polemik PBNU, Cak Imin: Kelakuan PBNU Kecewakan Masyarakat NU
Polemik PBNU, Cak Imin: Kelakuan PBNU Kecewakan Masyarakat NU
Makassar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau