TORAJA UTARA, KOMPAS.com - Sejumlah warga Kecamatan Tikala, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, menggelar unjuk rasa di depan lokasi tambang galian C milik CV Bangsa Damai pada Kamis (12/6/2025).
Mereka menuntut penghentian seluruh aktivitas pertambangan yang dinilai merusak lingkungan, mengancam sumber air bersih, dan mengancam kelestarian situs budaya di wilayah mereka.
Aksi protes ini berlangsung bersamaan dengan kedatangan tim penyidik dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan yang melakukan pemeriksaan di lokasi tambang.
Baca juga: Tim SAR Masih Cari 11 Orang Dalam Longsor Galian C di Cirebon
Warga memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menyuarakan langsung keberatan mereka kepada aparat penegak hukum.
“Yang kami protes adalah pengelolaan ini karena betul-betul merusak lingkungan. Di sini ada Sungai Bomboi sebagai sumber air minum dan situs kuburan. Kami ingin yang terlibat dalam kongkalikong ini ditindak tegas dan dipenjara,” kata Kalfin Tandiarrang, tokoh masyarakat setempat, saat dikonfirmasi di sela-sela aksi.
Kalfin mengungkapkan bahwa aktivitas tambang CV Bangsa Damai diduga kuat melanggar ketentuan yang berlaku.
Ia merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) Pemerintah Kabupaten Toraja Utara Nomor Tahun 2012 yang menetapkan Kecamatan Tikala sebagai kawasan destinasi wisata.
Menurutnya, dengan adanya status tersebut, kawasan ini seharusnya tidak diperuntukkan bagi kegiatan pertambangan.
“Dari aspek hukum saja sudah keliru. Perda sudah jelas menetapkan kawasan ini sebagai zona wisata. Bagaimana bisa kemudian muncul izin tambang di sini? Ini yang kami duga ada permainan dalam proses perizinan,” ujarnya.
Baca juga: Jalan Rusak karena Sering Dilalui Truk ODOL Pengangkut Galian C, Warga di Magetan Tutup Jalan
Warga juga menyoroti dampak lingkungan yang sudah mulai terasa.
Mereka menyebut bahwa aktivitas pertambangan mulai mengancam keberadaan sumber mata air Bombo Wai, yang selama ini menjadi sumber utama air bersih bagi ribuan warga Tikala serta mengairi ribuan hektar sawah produktif.
"Kalau mata air rusak, masyarakat akan kehilangan akses air bersih. Pertanian kami juga bisa gagal. Ini bukan soal kepentingan kelompok, tapi soal hajat hidup orang banyak," tambah Kalfin.
Direktur CV Bangsa Damai, Terry Banti, menegaskan bahwa semua kegiatan tambang yang dijalankan perusahaannya telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Ia membantah tudingan warga yang menyebut aktivitas tambang merusak lingkungan dan situs budaya.
Baca juga: Daftar Korban Tewas dalam Longsor Galian C Gunung Kuda di Cirebon
“Kami menghargai pendapat mereka. Namun, tidak ada situs budaya, obyek wisata, atau pemakaman yang rusak di lokasi kami. Memang ada sungai, tetapi tidak bertepatan dengan lahan yang kami kerjakan. Kami juga membatasi pekerjaan ini secara teknis,” tutur Terry.
Terry meminta masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh isu yang belum terbukti kebenarannya.
“Perusahaan tetap berkomitmen untuk menjaga keseimbangan lingkungan di sekitar area tambang. Kami beroperasi berdasarkan izin resmi yang sah. Semua sudah melalui tahapan sesuai aturan,” jelasnya.
Menanggapi polemik yang muncul, Bupati Toraja Utara, Frederik Victor Palimbong, menyatakan bahwa pemerintah daerah dan provinsi Sulawesi Selatan mengakui hanya satu kecamatan yang boleh menjadi area pertambangan, yaitu Kecamatan Sa’dang.
Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari aktivitas pertambangan.
Baca juga: Daftar Korban Tewas dalam Longsor Galian C Gunung Kuda di Cirebon
“Dengan demikian, saya mempersilahkan mekanisme yang dimungkinkan, entah itu direview kembali, ada komunikasi lalu disepakati, ataukah pencabutan atau pembatalan,” tegas Frederik.
Frederik juga menyerahkan sepenuhnya proses penyelidikan kepada tim dari Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan yang sedang mengumpulkan data dan bukti di lapangan.
“Kita hormati proses hukum yang sedang berjalan. Pemerintah daerah akan bersikap sesuai hasil penyelidikan aparat penegak hukum,” ungkapnya.
Hingga Kamis sore, tim penyidik Kejati Sulsel masih melakukan pemeriksaan di lokasi tambang.
Sejumlah dokumen perizinan serta keterangan dari berbagai pihak telah dikumpulkan untuk didalami lebih lanjut.
Kasus ini mendapat sorotan luas, mengingat Toraja Utara dikenal sebagai salah satu kawasan wisata budaya dan alam unggulan di Sulawesi Selatan.
Keberadaan aktivitas tambang di kawasan tersebut memunculkan kekhawatiran akan rusaknya tatanan lingkungan dan budaya yang menjadi identitas daerah.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang