MAKASSAR, KOMPAS.com - Seorang petani di Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Sulawesi Selatan (Sulsel), Muh Sulfikar (22), harus berurusan hukum usai mencuri 2 karung berisi merica.
Akibat aksi pencurian tersebut, Sulfikar ditetapkan jadi tersangka dan dijerat dengan pasal 362 KUHP terkait kasus pencurian.
Diketahui, kasus pencurian 2 karung merica tersebut dilakukan Sulfikar pada Minggu (9/2/2025) di perkebunan merica milik Hamka (47) yang terletak di Desa Loeha, Kecamatan Towuti, Kabupaten Lutim, Sulsel.
Baca juga: Diminta Suami Mbak Ita, Sejumlah Camat di Semarang Sempat Kembalikan Uang Ratusan Juta ke BPK
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Selatan (Sulsel) Agus Salim mengatakan, saat itu tersangka, Sulfikar mengambil dua karung merica milik korban menggunakan gerobak dorong.
Namun, setelah meninjau lebih dalam kasus tersebut, pihak kejaksaan pun menerapkan proses hukum Restorative Justice (RJ).
RJ diterapkan melalui berbagai aspek termasuk melihat status sosial tersangka.
"Tersangka Muh Sulfikar adalah anak pertama dari tiga bersaudara dan saat ini kedua orang tua tersangka sudah hidup berpisah atau cerai. Tersangka Sulfikar tinggal hanya bersama ibunya sebab kedua saudara kandungnya tinggal di luar wilayah berbeda," jelasnya, Senin (28/4/2025).
Baca juga: Mbah Tupon, Kasus Mafia Tanah di Yogyakarta, dan Proses Hukumnya
Baca juga: Potong Insentif Pegawai Rp 3,8 M, Mbak Ita Gunakan untuk Rekreasi hingga Bangun Citra Politik
Agus mengatakan, selama ini kebutuhan hidup sang ibu hanya dipenuhi oleh Sulfikar yang bekerja sebagai petani merica.
"Kehidupan perekonomian tersangka Sulfikar dan ibunya bergantung pada hasil kebun merica yang dikelola. Tersangka Sulfikar memiliki seorang istri dan dua orang anak, namun sudah berpisah sejak lima tahun lalu," paparnya.
Agus menjelaskan, dalam kasus itu tersangka telah mengakui dan sangat menyesal atas perbuatan yang telah dilakukan dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.
"Tersangka juga telah meminta maaf kepada korban. Dalam hal ini tersangka dan keluarga berharap agar proses penuntutan didapat dihentikan dengan upaya Restorative Justice (RJ) sehingga tersangka dapat berkumpul kembali bersama keluarga serta memperbaiki perekonomian keluarganya dan berjanji untuk giat bekerja," katanya lagi.
Baca juga: Respons Ahmad Luthfi Saat Namanya Disebut Mensos Usulkan Soeharto Jadi Pahlawan
Adapun alasan pengajuan RJ tersebut yakni:
"Adanya perdamaian antara tersangka dan korban, di mana barang yang dicuri telah dikembalikan ke korban, dan masyarakat merespons positif terhadap proses RJ," beber dia.
Baca juga: Hukuman Mati Koruptor yang Selalu Jadi Wacana
Pihaknya mengaku menyetujui permohonan RJ ini setelah mempertimbangkan syarat dan keadaan yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Keadilan Restoratif.
"Kita sudah melihat testimoni korban, tersangka dan keluarga. Telah memenuhi ketentuan Perja nomor 15 Tahun 2020, korban sudah memaafkan tersangka. Atas nama pimpinan, kami menyetujui permohonan RJ yang diajukan," tutur dia.
Setelah proses RJ disetujui, Kajati Sulsel meminta jajaran Kejari Luwu Timur untuk segera menyelesaikan seluruh administrasi perkara, barang bukti dikembalikan ke korban dan tersangka segera dibebaskan.
"Saya berharap penyelesaian perkara zero transaksional untuk menjaga kepercayaan pimpinan dan publik," pungkasnya.
Baca juga: Pro Kontra Wacana Hukuman Mati bagi Koruptor...
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang