GORONTALO, KOMPAS.com – Media sosial menjadi pemicu kekerasan seksual di beberapa daerah di Provinsi Gorontalo.
Kabupaten Gorontalo menduduki tempat tertinggi kasus kekerasan seksual yang dipicu oleh media sosial, dengan 100 kasus di Provinsi Gorontalo.
Selain itu, media sosial juga memicu 19 kasus kekerasan fisik dan 7 trafficking di daerah ini.
Baca juga: Komnas Perempuan Sebut Ada 4 Kasus Kekerasan Seksual di KPU, 2 Libatkan Hasyim
Di Kabupaten Bone Bolango terjadi 63 kasus kekerasan seksual, 30 kasus kekerasan fisik dan 3 kekerasan psikis. Di Kabupaten Gorontalo Utara kekerasan seksual mencapai 35 kasus dan 2 kasus kekerasan fisik.
Data kekerasan seksual yang dipicu aktivitas di media sosial ini dipaparkan oleh Yana Yanti Suleman Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2PA) Provinsi Gorontalo.
“Di Kabupaten Boalemo ada 30 kasusus kekerasan seksual, 42 kasus kekerasan fisik. Sedangkan di Kabupaten Pohuwato terdapat 28 kasus kekrasan seksual, 36 kasus kekerasan fisik dan 6 kekerasan psikis,” kata Yana Suleman, Kamis (4/7/2024).
Ia juga mengungkapkan, kekerasan seksual di Kota Gorontalo sebanyak 22 kasus, kekerasan psikis 6 kasus dan kekerasan fisik 9 kasus.
“Banyak kasus kekerasan yang terjadi ini kami sudah paparkan pada sosialisasi yang bertema persepsi orang tua terhadap anak sebagai pengguna media sosial – TikTok dalam menjaga Harkamtibmas di Gorontalo di Kabupaten Gorontalo pada hari Selasa,” kata Yana Suleman.
Yana menuturkan ada empat bentuk kekerasan, yaitu kekerasan fisik, kekerasan nonfisik, kekerasan seksual dan pengabaian.
“Kekerasan nonfisik yang dilakukan secara verbal seperti fitnah, gosip, maki, sedangkan secara psikis seperti sinis, mengancam,” tutur Yana Suleman.
Dari jumlah penduduk Gorontalo yang berjumlah 1.292.800 jiwa, pengguna internetnya sebanyak 868.358 orang atau 72,8 persen.
Dari jumlah ini yang memiliki media sosial sebanyak 831.270 orang.
Namun Yana belum memiliki data berapa jumlah penduduk yang menjadi pelanggan telepon seluler dan pengguna aktif media sosial melalui gawai.
“Anak-anak dan remaja adalah kelompok yang paling sering menjadi korban. Dampak dari cyberbullying ini sangat merugikan, mulai dari penurunan prestasi akademik, masalah kesehatan mental, hingga risiko bunuh diri,” ungkap Yana.
Baca juga: Kekerasan Seksual di Kalimantan Timur Meningkat Tiap Tahun
Menurutnya, pendidikan dan penguatan literasi digital sangat dibutuhkan. Ia menginginkan para orang tua dan pendidik memahami media sosial dan dapat melindungi anak-anak dan remaja dari konten negatif dan perilaku merugikan.
“Kami berkomitmen untuk terus menyosialisasikan di masa mendatang untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung warga, terutama anak-anak dan remaja dalam memanfaatkan teknologi dan media sosial,” tutur Yana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.