MAKASSAR, KOMPAS.com - Pihak keluarga MS (26) yang divonis 2 tahun penjara oleh Pengadilan Arab Saudi melakukan pelecehan seksual terhadap jemaah perempuan Libanon saat tawaf di Mekah minta bantuan Pemerintah RI.
MS merupakan jemaah umrah asal Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan ini divonis dua tahun penjara dan denda 50 ribu riyal serta diberitakan di media lokal di Arab Saudi dengan biaya ditanggung terdakwa.
MS dituduh atas perbuatan pelecehan seksual saat akan mencium Hajar Aswad.
Baca juga: Keluarga Bantah Jemaah Umrah Asal Sulsel Lakukan Pelecehan Seksual Terhadap Jemaah Perempuan Libanon
Kakak MS, Rosmini juga telah membantah adiknya melakukan pelecehan sebagaimana yang dituduhkan.
Rosmini pun mengungkapkan jika pihak keluarga sudah bersurat ke Presiden Jokowi, Kementerian Luar Negeri, KJRI Arab Saudi, Pemerintah Provinsi Sulsel, dan Pemerintah Kabupaten Pangkep.
"Kami sudah kirim semua surat ke Presiden Jokowi, Kementerian Luar Negeri, KJRI Arab Saudi, Pemerintah Provinsi Sulsel, dan Pemerintah Kabupaten Pangkep. Namun sampai sekarang belum ada respon. Surat dikirim pertengahan bulan lalu (Desember 2022). Mudah-mudahan Presiden Jokowi bisa membantu adik saya," ungkapnya.
Rosmini menjelaskan terkait surat permohonan bantuan agar adiknya bisa dipulangkan ke tanah air di Indonesia. Meski putusan Pengadilan Arab Saudi tetap dijalankan, namun MS bisa ditahan di Indonesia agar mudah dibesuk oleh keluarga.
"Sekiranya bisa dipindahkan tahanan nya ke Indonesia saja, supaya lebih mudah dibesuk. Kalau di Arab Saudi ditahan, susah dibesuk karena harus menyiapkan uang puluhan juta. Ini saja kami umrah, bertahun-tahun baru bisa kumpulkan uang," harapnya.
Baca juga: Dugaan Pelecehan Seksual di UNS, Pelaku Direkomendasikan Dapat Sanksi
Saat ditanya pihak keluarga mengajukan pengadilan banding, Rosmini mengaku kesulitan. Pasalnya pengajuan banding di Arab Saudi harus mempunyai bukti yang menyatakan adiknya, MS tidak bersalah.
"Jadi saya sudah tanya-tanya soal pengadilan banding, kayaknya susah. Karena bukti yang menyatakan adiknya tidak terbukti bersalah melakukan pencabulan tidak ada," jelasnya.
Rosmini menceritakan proses persidangan di Arab Saudi digelar secara virtual. Dimana pengadilan di sana tidak menghadirkan korban, bukti rekaman CCTV dan saksi-saksi.
"Saat persidangan, hanya hakim yang ada di layar. Korban tidak hadir, sedangkan adikku tidak tahu yang mana korban. Rekaman CCTV juga tidak diperlihatkan dan saksi-saksi lainnya. Hanya 2 orang polisi saja yang menangkap adikku dihadirkan," bebernya.
Rosmini menuturkan, jika kasus yang menjerat adiknya lama baru diketahui oleh KJRI yakni 15 hari setelah kejadian.
Di mana awalnya dijanjikan akan dibantu oleh muassasah. Tapi, ternyata sang adik tidak dibantu hingga MS sudah dinyatakan melakukan tindak pidana.
"Ustaz pembimbing mengaku belum mengetahui orang-orang di KJRI, sehingga dia hanya ke muassasah. Tapi ternyata tidak dibantu dan diamkan saja. Adik saya yang tidak tahu bahasa Arab, ya diperoses dan diintrogasi begitu saja yang kemudian dikatakan mengakui telah melakukan pelecehan seksual," jelasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.