Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Modali Tambang Pasir Ilegal di Kawasan Hutan Lindung Sulbar, WNA Korsel Jadi Tersangka

Kompas.com, 5 September 2024, 17:26 WIB
Himawan,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

MAMUJU, KOMPAS.com - Seorang warga negara asing asal Korea Selatan berinisial YKY (72) ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penambangan pasir ilegal di kawasan hutan lindung di Desa Lariang, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan, YKY sebelumnya ditangkap oleh tim oeprasi gabungan pengamanan hutan penegak hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) wilayah Sulawesi bersama dinas kehutanan Sulbar dan aparat penegak hukum Sulawesi Barat.

YKY ditangkap dan dijadikan tersangka seyelah berperan sebagai pemodal sekaligus pelaku dalam penambangan pasir tersebut.

Baca juga: Sidang Harvey Moeis, Saksi Ungkap Kesulitan Penertiban Tambang Ilegal karena Ada Beking Aparat

"Tersangka ini kan mencari keuntungan dengan merugikan lingkungan, merugikan negara, dan juga mengorbankan kehidupan masyarakat saat ini dan di masa akan datang. Jadi kami akan lakukan tindakan tegas," kata Rasio saat konferensi pers di kantor Dinas Kehutanan Sulbar, Kamis (5/9/2024).

Rasio menegaskan, pihaknya masih menelusuri adanya keterlibatan pihak lain dalam melancarkan aktivitas tambang pasir ilegal termasuk menelusuri aliran dana tambang pasir ilegal ini dengan kerja sama PPATK.

YKY disangkakan Pasal 78 ayat (3) juncto Pasal 50 ayat (2) huruf a undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp 7.500.000. Saat ini YKY ditahan di Rutan Polda Sulbar.

"Saya juga memerintahkan penyidik untuk menerapkan penyidikan pidana berlapis baik penyidikan tindak pidana pencucian uang serta kejahatan lingkungan hidup," ujar Rasio.

Baca juga: Kegiatan Tambang Ilegal di Wilayah IUP PT Timah Terus Berjalan meski Sudah Dilaporkan ke Polisi

Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi Aswin Bangun menuturkan bahwa penangkapan YKY bermula dari laporan masyarakat yang menyebut adanya penambangan pasir ilegal di kawasan hutan lindung.

Dari hasil investigasi tim operasi gabungan kata Aswin, YKY diduga telah melakukan aktivitas tambang ilegal ini sejak tahun 2023. Tim operasi gabungan menemukan bukti kuat adanya kegiatan penambangan dan penyimpanan (stockpile) ilegal di lokasi serta menyita delapan alat berat yang digunakan dalam operasi ilegal tersebut.

Keterlibatan YKY juga terungkap setelah penyidik memeriksa YY (36), pengawas lapangan dalam operasi tambang pasir ilegal ini.

"YKY sebagai pemodal utama. Selain sebagai investor, YKY juga aktif mengawasi kegiatan penambangan di lapangan," kata Aswin.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bupati Luwu Timur Umrah di Tengah Larangan Kepala Daerah Lakukan Perjalanan ke Luar Negeri
Bupati Luwu Timur Umrah di Tengah Larangan Kepala Daerah Lakukan Perjalanan ke Luar Negeri
Makassar
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Makassar
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
Makassar
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Makassar
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Makassar
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Makassar
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Makassar
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Makassar
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Makassar
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Makassar
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Makassar
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
Makassar
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Makassar
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Makassar
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
Makassar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau