Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Purbaya Larang Impor Pakaian Bekas, Pedagang di Makassar: Apa Lagi yang Mau Kami Jual?

Kompas.com, 28 Oktober 2025, 05:29 WIB
Reza Rifaldi,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

MAKASSAR, KOMPAS.com – Sejumlah pedagang pakaian bekas di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), menyikapi pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa terkait importir pakaian bekas atau thrifting.

Para pedagang yang ditemui di Pasar Cakar Toddopuli, Jalan Toddopuli Raya, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, pada Senin (27/10/2025), mengaku khawatir kebijakan pelarangan impor pakaian bekas akan mematikan usaha mereka.

Pedagang Minta Pemerintah Beri Solusi

Salah satunya Hj Hartati (60), pedagang pakaian bekas yang sudah berjualan selama 20 tahun. Ia merasa dirugikan jika nantinya impor pakaian bekas ditiadakan pemerintah.

“Kami dirugikan, apalagi mau kami jual, dari dulu kami cuma jual cakar (pakaian bekas) ini. Kalau tutup (dilarang), kami mau jual apa lagi?” ungkapnya saat ditemui Kompas.com, Senin petang.

Baca juga: Berantas Impor Pakaian Bekas Ilegal, Purbaya Bakal Terbitkan Aturan Baru

Hartati mengaku, kehidupannya dan satu orang anaknya hanya bergantung pada penjualan pakaian bekas.

Walaupun akan ada aturan mengenai importir pakaian bekas, dirinya berharap pemerintah tetap memberikan solusi agar para pedagang bisa terus menghasilkan uang.

“Ini kita tidak dimodali pemerintah, ini modal sendiri, ini penghidupan kita. Kalau nanti ada larangan, kita mau bagaimana? Pemerintah bisa jamin kita tidak? Harapan kami janganlah ditutup, kami minta solusilah, apalah solusinya,” ucap dia.

Siap Patuhi Aturan asal Ada Jalan Keluar

Hal serupa disampaikan Iwan (44), pedagang pakaian bekas lainnya. Ia menyebut siap mematuhi aturan pemerintah jika larangan impor diberlakukan, tetapi berharap ada solusi bagi pedagang kecil.

“Kalau saya secara pribadi sebagai warga negara yang baik, saya akan ikuti patuhi aturan pemerintah. Kalau memang melarang, kita ikuti. Cuma dengan catatan kami pedagang sudah telanjur berdagang, puluhan tahun dan sudah turun-temurun, sudah jadi mata pencarian,” beber dia.

Baca juga: 5 Karung Pakaian Bekas Asal Malaysia Disembunyikan di Perkebunan Kelapa Sawit Sebatik

Ia juga meminta penjelasan pemerintah terkait alasan pelarangan impor pakaian bekas.

“Tapi kami minta juga solusinya bagaimana, harus ada itu (solusi). Kalau ada kebijakan, harus ada solusi, itu yang kami minta. Sebenarnya itu pemerintah melarang dasarnya apa?” ujar Iwan.

Iwan menilai, penyebab matinya industri garmen lokal bukan berasal dari bisnis thrifting, melainkan dari pakaian baru impor yang masuk ke Indonesia.

“Kalau dasarnya dianggap merugikan garmen lokal, harus dicek diteliti dulu, ini kebijakan politik. Penyebab utamanya bukan thrifting sebenarnya, yang menyebabkan matinya garmen lokal itu pakaian baru impor dari China, jelas itu banyak masuk ke Indonesia," katanya.

“Thrifting” Dinilai Jadi Upaya Bertahan Hidup

Pedagang lain, Darul Amri (36), menilai usaha pakaian bekas merupakan cara masyarakat kecil bertahan hidup di tengah sulitnya ekonomi.

“Rata-rata pedagang thrifting datang dari pekerja rumahan atau buruh dengan gaji pas-pasan yang berusaha mencari tambahan di saat lapangan pekerjaan terbatas dan monopoli modal oleh pedagang besar,” ucap dia.

Halaman:


Terkini Lainnya
Bupati Luwu Timur Umrah di Tengah Larangan Kepala Daerah Lakukan Perjalanan ke Luar Negeri
Bupati Luwu Timur Umrah di Tengah Larangan Kepala Daerah Lakukan Perjalanan ke Luar Negeri
Makassar
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Makassar
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
Makassar
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Makassar
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Makassar
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Makassar
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Makassar
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Makassar
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Makassar
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Makassar
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Makassar
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
Makassar
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Makassar
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Makassar
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
Makassar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau