PALOPO, KOMPAS.com – Terik matahari menyengat siang itu di Kecamatan Sendana, Kota Palopo, Sulawesi Selatan.
Di hamparan sawah yang mulai retak, seorang petani bernama Asmuddin tampak sibuk mengatur mesin pompa kecil miliknya.
Suara mesin meraung, menyedot air dari sumber terdekat untuk dialirkan ke sawah yang nyaris kering.
Baca juga: Kemarau Basah akibatkan Tembakau di Jember Rusak Diserang Virus, Petani Kesal karena Rugi
Seperti banyak petani lain di Sendana, Asmuddin menghadapi musim kemarau dengan penuh kekhawatiran. Lahan yang ia garap adalah sawah tadah hujan, tanpa irigasi permanen. Setiap kali kemarau panjang tiba, ancaman gagal panen selalu menghantui.
“Kalau musim hujan, kami bisa lega. Tapi kalau begini, mau tidak mau harus pompa air. Kalau tidak, padi mati semua,” kata Asmuddin, Kamis (11/9/2025).
Asmuddin bercerita, sekali memompa air, ia harus melakukannya selama satu hari penuh, bahkan hingga malam. Kegiatan itu dilakukan setidaknya sekali dalam sepekan agar sawahnya tetap berisi air.
“Kalau pompa air itu satu hari satu malam. Seminggu sekali harus pompa, supaya sawah tidak kering,” ucapnya.
Ia masih bersyukur memiliki mesin pompa pribadi. Namun persoalan lain yang tak kalah merepotkan adalah kebutuhan bahan bakar.
Menurut aturan, pembelian BBM di SPBU tidak diperbolehkan menggunakan jeriken. Karena itu, ia harus mengisi bensin langsung ke tangki motor, lalu menyedot kembali untuk keperluan mesin pompa.
“Kalau mau beli bensin di SPBU, kita tidak bisa pakai jeriken. Jadi diisi ke motor dulu, nanti dari motor dipindahkan ke pompa,” ujarnya.
Di sekitar lahan Asmuddin, sejumlah petani lain juga melakukan hal serupa. Ada yang meminjam pompa dari tetangga, ada pula yang bergotong royong mengalirkan air secara bergantian.
Namun, tidak semua petani memiliki cara tersebut. Bagi yang tidak memiliki mesin pompa, satu-satunya harapan hanyalah menunggu hujan turun. Risiko gagal panen pun semakin besar.
“Kalau tidak ada pompa, ya sudah, padinya bisa rusak. Apalagi irigasi tidak ada di sini, semua tadah hujan,” tutur Asmuddin.
Di tengah perjuangan yang melelahkan itu, para petani berharap adanya perhatian lebih dari pemerintah. Mereka menginginkan sistem irigasi yang bisa menjangkau sawah tadah hujan agar tidak terus bergantung pada curah hujan musiman.
Selain itu, akses bahan bakar yang lebih mudah juga menjadi kebutuhan mendesak. Tanpa pasokan energi untuk mengoperasikan pompa, upaya petani menjaga sawah tetap produktif tidak akan bertahan lama.