Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PN Makassar Vonis Bebas Terdakwa Kasus Pencabulan Anak di Bawah Umur

Kompas.com, 27 Juli 2023, 14:46 WIB
Darsil Yahya M.,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

MAKASSAR, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) mejantuhkan vonis bebas terhadap Asdar Muhammad, terdakwa kasus pencabulan anak di bawah umur.

Vonis bebas terhadap terdakwa pencabulan dilakukan majelis hakim PN Makassar pada Senin (24/7/2023) lalu.

Sementara korbannya, Mawar (nama samaran) masih berusia 16 tahun. Mirisnya lagi Mawar merupakan ponakan dari terdakwa Asdar Muhammad.

Baca juga: Petani di Sikka Tersangka Pencabulan Anak, Modus Pulihkan Akun Medsos yang Diretas

Putusan bebas tersebut dibacakan langsung Ketua Majelis Hakim, Purwanto S Abdullah dengan hakim anggota, Muhammad Asri dan Luluk Winarko.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar, Andi Muhammad Akram pun langsung melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

"Sebagai penuntut umum saya menghargai keputusan majelis hakim untuk mengajukan putusan bebas. Cuman sebagai penuntut umum yang mewakili kepentingan negara dan korban melalui kasi pidum dan kasi intel dan petunjuk pimpinan jadi kami menyatakan kasasi," ucap Andi Muhammad Akram kepada KOMPAS.com, Kamis (27/7/2023).

Ia mengaku secara hukum, tidak bisa menerima putusan bebas terhadap terdakwa sehingga pihaknya melakukan upaya kasasi.

"Saya sudah ajukan kasasi, tinggal putusan lengkap saya tunggu karena saya mau sesuaikan di memori kasasi untuk mengajukan apa-apa saja pertimbangan untuk majelis," ujarnya.

Akram menjelaskan sebelumnya, terdakwa dituntut dengan tuntutan maksimal, yakni 15 tahun penjara.

Baca juga: Sempat Kabur, Pelaku Pencabulan Anak di Bima Ditangkap

Sebab terdakwa terbukti telah melanggar Pasal 81 ayat 1 Jo Pasal 76D Undang-Undang RI No.17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI No 01 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

"Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 15 tahun dan densa sebsar Rp 100 juta subsidair 6 bulan kurungan dikurangi masa penangkapan dan atau penahanan yang telah dijalani," ungkapnya.

Dia juga mengatakan hal yang menguatkan tuntutan JPU tersebut karena pada saat bersaksi, terdakwa tidak mengakui semua perbuatan pencabulannya. Disertai ada visum ada laporan pemeriksaan psikologis, ada dokter forensik.

"Semuanya itu mendukung pembuktian. Jadi saya tuntut 15 tahun. Ada juga restitusi. Jadi biaya ganti rugi ke korban. Cuma majelis tidak pertimbangkan hingga divonis bebas Kemarin," ucapnya.

Kata dia, dalam menjatuhkan vonis bebas majelis halim dinilai tidak mempertimbangkan keterangan korban, saksi, dan bukti visum.

Lebih lanjut dikatakan, alasan majelis hakim memvonis bebas karena ayah kandung korban yang merupakan saudara dari terdakwa hadir sebagai saksi meringankan terdakwa.

Baca juga: Fakta Tewasnya Tahanan Pencabulan Anak Kandung, Dianiaya Rekan Satu Sel hingga ada Luka di Pantat dan Dada

"Karena bapak kandungnya korban hadir sebagai saksi meringankan untuk terdakwa. Bapak kandung korban bilang tidak ada persetubuhan sama pencabulan, karena dia tanya anaknya, cuma ibu kandung korban, tantenya, sama neneknya dan tetangganya justru bilang ada persetubuhan. Ada pencabulan dan ada pengancaman," jelasnya.

Akram juga menceritakan, kasus pencabulan yang dilakukan Asdar Muhammad terhadap ponakannya sendiri terjadi pada tahun 2020 lalu. Korban saat itu tinggal bersama ayah kandungnya karena kedua orangtuanya telah bercerai.

Sehingga semenjak ayah dan ibu korban bercerai, korban ikut bersama ayahnya. Saat tinggal bersama ayahnya korban dititipkan kepada terdakwa untuk disekolahkan.

"Jadi runutan kasusnya, kejadiannya 2020 perbuatan persetubuhan yang dilakukan oleh terdkawa kepada korban. Jadi 2022 baru korban melaporkan karena korban diancam untuk tidak dibiaya sekolahnya," ujarnya.

"Jadi baru bicara tahun 2022 bersamaan dengan waktu dia dicabuli, dipegang payudaranya sama dipegang alat kelaminnya," ucapnya.

Baca juga: Anak Kandung Bacaleg di Lombok Barat Bantah Dicabuli Ayahnya, Salah Paham Berujung Pengeroyokan

Karena sudah tak tahan dengan perlakuan terdakwa, korban akhirnya ke rumah tetangga untuk menceritakan kejadian tersebut.

"Tetangganya mi itu yang suruh melapor ke orangtuanya dan akhirnya kasus ini terungkap," pungkas dia.

Sedangkan Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Makassar Asrini As'ad mengatakan, upaya kasasi dilakukan karena JPU menanggal alat buktinya sudah lebih dari dua.

Ada bukti visum, bukti psikologi serta ada pendampingan juga dari lembaga perlindungan saksi dan korban. Hal itu yang membuatnya merasa keberatan atas vonis bebas tersebut.

"Makanya mungkin hasil dari ini itulah pertimbangan kami, karena ada LPSK, ada Bukti visum dan bukti psikologi. Itulah kami beranggapan bahwa sudah cukup lebih dua bukti," tuturnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Makassar
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
Makassar
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Makassar
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Makassar
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Makassar
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Makassar
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Makassar
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Makassar
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Makassar
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Makassar
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
Makassar
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Makassar
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Makassar
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
Makassar
Polemik PBNU, Cak Imin: Kelakuan PBNU Kecewakan Masyarakat NU
Polemik PBNU, Cak Imin: Kelakuan PBNU Kecewakan Masyarakat NU
Makassar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau