Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Upia Karanji, Songkok Presiden Jokowi Saat Resmikan Bandara Panua Pohuwato di Gorontalo

Kompas.com, 22 April 2024, 11:06 WIB
Rosyid A Azhar ,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

GORONTALO, KOMPAS.com – Saat meresmikan Bandar Udara Panua Pohuwato, Presiden Jokowi mengenakan upia karanji yaitu songkok tradisional khas Gorontalo. Songkok ini terbuat dari anyaman rumput mintu (Lygodium circinnatum) yang banyak tumbuh liar di tepi hutan di Gorontalo.

Ada yang unik dari upia karanji yang dikenakan Presiden Jokowi, yaitu memiliki motif burung maleo senkawor (Macrocephalon maleo), yaitu burung endemik Pulau Sulawesi yang menjadi ikon Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

Baca juga: Bandara Panua Pohuwato di Gorontalo Diresmikan, Jokowi Minta Runway Diperpanjang

“Upia karanji merupakan anyaman tradisional masyarakat Gorontalo dari pohon mintu, sejak lama dimanfaatkan untuk membuat upia atau songkok oleh masyarakat, terutama kaum Wanita selepas mengerjakan urusan rumah tangga,” kata Indracipta Dunggio, pegiat fotografi budaya yang juga warga Gorontalo, Senin (22/4/2024).

Mintu merupakan sebutan lokal untuk merujuk pada tanaman merambat jenis paku yang lazim tumbuh di hutan tropis dan menjadi komoditas penting bagi warga pinggiran hutan.

Para petani hutan Gorontalo biasanya mencari mintu di ladang tepi hutan, batang tanaman ini biasa merambat di pohon lainnya.

Para petani ini biasa mendapat pesanan dari para perajin upia karanji, atau bisa dijual dalam satu ikatan tertentu dengan harga yang bervariasi bergantung pada banyaknya batang mintu.

Oleh para perajin upia karanji, batang mintu yang kecil ini akan dibelah dan dihaluskan sebelum dianyam. Sebelum menganyam mintu, perajin membuat rangka songkok dari belahan rotan halus, inilah yang membuat upia karanji sangat kuat dan tahan lama.

Upia karanji tenar saat kerap dikenakan KH Abdurrahman Wahid yang menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia pada 20 Oktober 1999-23 Juli 2001.

Menurut Indra, upia karanji tidak hanya sekadar songkok yang dkenakan sehari-hari oleh kaum pria Gorontalo. Namun, juga memiliki nilai dan identitas budaya Gorontalo.

Jika ada yang mengenakan upia karanji di luar Provinsi Gorontalo, biasanya langsung dapat diketahui sebagai orang Gorontalo atau setidaknya terkait dengan Gorontalo.

“Terbentuknya Provinsi Gorontalo pada tanggal 5 Desember 2000 berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000 saat itu warga bangga dengan identitasnya, salah satu yang dikenakan adalah upia karanji,” tutur Indra.

Saat ini upia karanji sangat dikenal luas, tidak hanya menjadi komoditas ekonomi di Provinsi Gorontalo, tetapi juga sudah diperjualbelikan di luar Gorontalo, setelah tenar dikenakan oleh KH Abdurrahman Wahid, juga oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno yang juga putra daerah Gorontalo.

Baca juga: Mengenal Lebaran Mandura di Palu, Tradisi Unik untuk Mempererat Tali Persaudaraan

Pengajar Pendidikan Seni Rupa dan Disain Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo I Wayan Sudana mengatakan, sumber daya alam di Gorontalo sangat berlimpah, termasuk tanaman mintu.

“Namun, sumber daya manusianya yang harus ditingkatkan agar produknya lebih variatif,” ujar I Wayan Sudana.

Sudana berharap peningkatan kapasitas sumber daya perajin akan mampu mengangkat potensi sumber daya alam yang berlimpah.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Makassar
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
Makassar
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Makassar
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Makassar
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Makassar
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Makassar
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Makassar
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Makassar
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Makassar
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Makassar
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
Makassar
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Makassar
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Makassar
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
Makassar
Polemik PBNU, Cak Imin: Kelakuan PBNU Kecewakan Masyarakat NU
Polemik PBNU, Cak Imin: Kelakuan PBNU Kecewakan Masyarakat NU
Makassar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau