Salin Artikel

Mengenal Upia Karanji, Songkok Presiden Jokowi Saat Resmikan Bandara Panua Pohuwato di Gorontalo

GORONTALO, KOMPAS.com – Saat meresmikan Bandar Udara Panua Pohuwato, Presiden Jokowi mengenakan upia karanji yaitu songkok tradisional khas Gorontalo. Songkok ini terbuat dari anyaman rumput mintu (Lygodium circinnatum) yang banyak tumbuh liar di tepi hutan di Gorontalo.

Ada yang unik dari upia karanji yang dikenakan Presiden Jokowi, yaitu memiliki motif burung maleo senkawor (Macrocephalon maleo), yaitu burung endemik Pulau Sulawesi yang menjadi ikon Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

“Upia karanji merupakan anyaman tradisional masyarakat Gorontalo dari pohon mintu, sejak lama dimanfaatkan untuk membuat upia atau songkok oleh masyarakat, terutama kaum Wanita selepas mengerjakan urusan rumah tangga,” kata Indracipta Dunggio, pegiat fotografi budaya yang juga warga Gorontalo, Senin (22/4/2024).

Mintu merupakan sebutan lokal untuk merujuk pada tanaman merambat jenis paku yang lazim tumbuh di hutan tropis dan menjadi komoditas penting bagi warga pinggiran hutan.

Para petani hutan Gorontalo biasanya mencari mintu di ladang tepi hutan, batang tanaman ini biasa merambat di pohon lainnya.

Para petani ini biasa mendapat pesanan dari para perajin upia karanji, atau bisa dijual dalam satu ikatan tertentu dengan harga yang bervariasi bergantung pada banyaknya batang mintu.

Oleh para perajin upia karanji, batang mintu yang kecil ini akan dibelah dan dihaluskan sebelum dianyam. Sebelum menganyam mintu, perajin membuat rangka songkok dari belahan rotan halus, inilah yang membuat upia karanji sangat kuat dan tahan lama.

Upia karanji tenar saat kerap dikenakan KH Abdurrahman Wahid yang menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia pada 20 Oktober 1999-23 Juli 2001.

Menurut Indra, upia karanji tidak hanya sekadar songkok yang dkenakan sehari-hari oleh kaum pria Gorontalo. Namun, juga memiliki nilai dan identitas budaya Gorontalo.

Jika ada yang mengenakan upia karanji di luar Provinsi Gorontalo, biasanya langsung dapat diketahui sebagai orang Gorontalo atau setidaknya terkait dengan Gorontalo.

“Terbentuknya Provinsi Gorontalo pada tanggal 5 Desember 2000 berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000 saat itu warga bangga dengan identitasnya, salah satu yang dikenakan adalah upia karanji,” tutur Indra.

Saat ini upia karanji sangat dikenal luas, tidak hanya menjadi komoditas ekonomi di Provinsi Gorontalo, tetapi juga sudah diperjualbelikan di luar Gorontalo, setelah tenar dikenakan oleh KH Abdurrahman Wahid, juga oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno yang juga putra daerah Gorontalo.

Pengajar Pendidikan Seni Rupa dan Disain Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo I Wayan Sudana mengatakan, sumber daya alam di Gorontalo sangat berlimpah, termasuk tanaman mintu.

“Namun, sumber daya manusianya yang harus ditingkatkan agar produknya lebih variatif,” ujar I Wayan Sudana.

Sudana berharap peningkatan kapasitas sumber daya perajin akan mampu mengangkat potensi sumber daya alam yang berlimpah.

https://makassar.kompas.com/read/2024/04/22/110623578/mengenal-upia-karanji-songkok-presiden-jokowi-saat-resmikan-bandara-panua

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com