MAKASSAR, KOMPAS.com - Rahmat (38) adalah seorang koki profesional yang kini menempuh perjalanan baru dalam kariernya sebagai kepala koki di Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Sebelumnya, dia mengukir namanya di berbagai restoran dan hotel ternama.
Sekarang, dengan tanggung jawab yang lebih besar, dia mengelola dan mengawasi belasan petugas dapur di SPPG Bangkala III, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Memulai karirnya di industri kuliner pada tahun 2004, Rahmat menghabiskan hampir dua dekade bekerja di sektor swasta.
"Sebelumnya saya bekerja di beberapa rumah makan, hotel, kafe, restoran. Sebagai chef di tempat-tempat itu. Saya kerja di swasta itu sejak 2004, yah 20 tahunan," ungkapnya saat diwawancarai Kompas.com pada Rabu, 15 Oktober 2025.
Rahmat memilih untuk bergabung dengan dapur SPPG karena ingin mendapatkan pengalaman baru dalam pengolahan masakan.
"Saya di sini selain cari pengalaman, di sini juga jam kerjanya tetap. Kita juga lebih banyak tahu tentang gizi. Berbeda dengan tempat restoran tempat saya dulu, misalnya kalau di sana merujuk pada tampilan dan rasa," paparnya.
Baca juga: Kasus Baru Keracunan MBG di Padalarang, Lima Siswa Dilarikan ke Puskesmas
Meskipun telah mengantongi banyak pengalaman di dunia masak-memasak, Rahmat mengaku menghadapi tantangan tersendiri dalam menyajikan masakan di SPPG.
"Kalau di sini (dapur SPPG) dipentingkan dulu rasa masakannya, dan diutamakan gizi," tambahnya.
Keputusan Rahmat untuk berkontribusi kepada masyarakat melalui dapur SPPG juga membuatnya merasa bangga.
"Yah salah satunya itu (mengabdi ke negara) membantu kan untuk anak-anak," ujarnya.
Baca juga: Saat Guru dan Orangtua di Makassar Saksikan Langsung Proses Masak MBG
Terkait dengan penghasilannya, Rahmat berbagi tentang perbedaan yang ia rasakan.
"Yah di sini kita dapat gaji pokok, tapi bedanya kan misalnya di swasta kemarin di restoran tinggi insentif yah, ada tunjangan itu mungkin membedakan. Tapi itu tidak ada masalah untuk saya," jelasnya.
Menjadi kepala koki di dapur SPPG juga berarti menghadapi tantangan besar, terutama dalam menyiapkan 3.000 porsi makanan setiap harinya.
"Di sini juga tantangannya kita harus siapkan 3000 porsi per hari, itu jadi motivasi saya. InsyaAllah bisa tercapai. Kalau di restoran kan itu kadang rumit juga karena menunya kadang berbeda," imbuh Rahmat.
Di tengah kesibukan dan tantangan tersebut, Rahmat tetap optimis mengenai kelanjutan program MBG yang dirasa penting bagi masyarakat.
Baca juga: Cerita Citra, Ibu Dua Anak yang Bangkit Lewat Dapur MBG di Banyuwangi
"Saya maunya jangka panjang, mudah-mudahan presiden-presiden selanjutnya tetap menerapkan program ini. Saya juga berharap banyak juga untuk dapur-dapur lain untuk mengedepankan kualitas. Karena satu dapur bermasalah pasti kita juga kena dampaknya," tutupnya.
Dengan semangat dan dedikasi yang dimilikinya, Rahmat menunjukkan bahwa kontribusi kecil pun bisa memberikan dampak besar bagi masyarakat luas.
Sebuah harapan bagi kesinambungan program yang berfokus pada kualitas gizi dan kesehatan generasi mendatang.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang