Editor
MAKASSAR, KOMPAS.com - Guru Besar Universitas Negeri Makassar (UNM) Harris Arthur Hedar menilai pidato Presiden RI Prabowo Subianto di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi simbol kepercayaan diri bangsa Indonesia sekaligus diplomasi kebenaran.
Pada sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum ke-80 PBB di New York, Amerika Serikat, Selasa (23/9/2025), Prabowo menyampaikan pidato berjudul Seruan Indonesia untuk Harapan berdurasi 19 menit dalam bahasa Inggris.
Menurutnya, momentum langka ini bukan sekadar ritual tahunan seorang kepala negara, melainkan turut menampilkan gaya kepemimpinan yang tegas, percaya diri, dan berakar pada kebenaran moral universal.
"Dia tidak tampil dengan kalimat yang berliku, tetapi dengan bahasa yang lugas menyuarakan kebenaran. Kata-katanya sederhana namun penuh bobot," ujar Harris dilansir dari Antara, Kamis (25/9/2025).
Baca juga: Ketika Pidato Prabowo di Sidang Umum PBB Dikutip Pemimpin Negara Lain...
Harris menilai Prabowo menggunakan kutipan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai landasan moral, menegaskan kesetaraan manusia bukan sekadar jargon, melainkan prinsip yang harus diperjuangkan.
Isu Palestina, kata Harris, menjadi salah satu penegasan penting dalam pidato tersebut.
Prabowo menekankan dunia tidak boleh diam atas penderitaan rakyat Palestina, sekaligus menyebut pentingnya menghormati keamanan Israel.
“Ini lah keseimbangan diplomatik yang jarang disentuh secara terbuka. Berpihak pada keadilan tanpa menutup pintu dialog," tuturnya.
Ia juga menyoroti salam lintas agama yang menutup pidato Prabowo, dinilainya sederhana namun sarat makna.
“Dalam satu tarikan napas, Prabowo memproyeksikan wajah Indonesia sebagai bangsa multikultural, religius, dan toleran,” ujarnya.
Baca juga: Respons Prabowo Gaya Pidatonya di Sidang Umum PBB Dipuji Donald Trump
Harris menambahkan, pidato tersebut mendapat sorotan luas media internasional. Media Israel menyoroti penggunaan salam Shalom, sementara publik global melihat keberanian Prabowo menyuarakan isu Palestina tanpa retorika kosong.
"Pidato di PBB kali ini tidak hanya sekadar seremoni, melainkan statement of intent (pernyataan niat)," katanya.
Menurut Harris, momentum itu memperkuat posisi Indonesia sebagai negara dengan suara moral independen di tengah rivalitas geopolitik, serta menandai babak baru bahwa Indonesia bukan hanya peserta forum global, melainkan juga penentu arah percakapan dunia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang