MAKASSAR, KOMPAS.com - Pemerintah Kota Makassar mendukung aturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat yang melarang warung menjual elpiji subsidi 3 kg.
Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto, yang akrab disapa Danny Pomanto, mengungkapkan bahwa aturan yang dikeluarkan pemerintah pusat tentunya diambil berdasarkan pertimbangan dan kajian yang matang.
"Iya, semua itu ada pertimbangannya dan ada kajiannya," ujar Danny saat dikonfirmasi, Senin (3/2/2025).
Baca juga: Kata Pertamina soal Larangan Pengecer Jual Elpiji 3 Kg
Danny menambahkan, pemerintah perlu melindungi distribusi elpiji subsidi agar tidak disalahgunakan.
Menurutnya, penjualan di warung tidak terkontrol, sehingga berpotensi memperbolehkan orang kaya membeli elpiji bersubsidi.
"Kalau warung kan tidak terkontrol, jangan sampai orang kaya membeli elpiji subsidi. Sehingga, orang-orang kaya pergi membeli elpiji di warung, karena mereka tidak layak mendapatkan subsidi," kata dia.
"Itu masalahnya, makanya harus beli elpiji di pangkalan. Kalau ada elpiji di eceran lagi, itu bisa rawan," jelasnya.
Baca juga: Keluh Warga Gunungkidul soal Kebijakan Larangan Elpiji 3 Kg di Eceran
Ilustrasi gas LPG 3 kg.
Menyikapi keluhan warga di pulau-pulau di Kota Makassar terkait harga elpiji yang tinggi di pangkalan, Danny mengakui bahwa masalah tersebut perlu penanganan yang baik.
"Hal-hal seperti itu harus diatur secara baik. Masalahnya tata niaga Pemerintah Kota Makassar tidak bisa mencampuri soal suplai elpiji," ucapnya.
Meski larangan tersebut telah dikeluarkan, hingga Senin (3/2/2025) belum ada laporan mengenai kelangkaan elpiji 3 kg di Kota Makassar.
Baca juga: Tanggapan Danny Pomanto soal Penundaan Pelantikan Kepala Daerah 6 Februari 2025
Dari pantauan di lapangan, warung-warung kelontongan masih menjual elpiji 3 kg dengan harga bervariasi antara Rp 22.000 hingga Rp 23.000.
Ardi, pemilik warung kelontong di Jl Toddopuli, Kota Makassar, menyatakan bahwa kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada rakyat kecil yang sangat membutuhkan elpiji 3 kg.
"Susah kalau pemerintah mengandalkan pangkalan, karena biasa kosong elpiji 3 Kg. Kita warung saja ini, biasa keliling pangkalan mencari elpiji 3 kg. Apalagi, jarak rumah warga ke pangkalan lumayan jauh," keluhnya.
Baca juga: Soal Wacana Pencabutan Subsidi Gas Melon, Pertamina: Kita Hanya Menyediakan
Wali Kota Makassar Danny Pomanto saat memimpin apel akhir tahun di Halaman Kantor Balai Kota, Senin (30/12/2024).
Sementara itu, Wahab, seorang warga Pulau Kodingareng mengungkapkan bahwa belum ada kelangkaan elpiji 3 kg di pulau tempat tinggalnya, yang berjarak 30 kilometer dari Kota Makassar.
"Belum ada kelangkaan elpiji 3 kg di sini. Di sini ada beberapa pangkalan elpiji 3 Kg, tapi harganya tidak sama dengan di Kota Makassar. Kalau di sini elpiji 3 Kg seharga Rp 22.000 hingga Rp 23.000, berbeda lagi harganya di warung-warung yang mencapai Rp 25.000," katanya.
Wahab menjelaskan bahwa perbedaan harga tersebut disebabkan oleh biaya angkut menggunakan kapal kayu untuk mendapatkan elpiji dari Pelabuhan Kayu Bangkoa.
"Pangkalan di sini, sewa kapal lagi untuk angkut elpiji 3 kg dari Pelabuhan Kayu Bangkoa. Jadi memang harganya lebih mahal," ungkapnya.
Ia menambahkan, masyarakat Pulau Kodingareng, yang berjumlah sekitar 5.000 jiwa, terpaksa membeli elpiji dengan harga mahal karena kebutuhan yang mendesak.
"Ya, mau tidak mau kita beli meski mahal. Jadi kalau pemerintah melarang warung jual elpiji, bagaimana lah kami warga pulau ke depannya. Bingung masyarakat," ucapnya.
Baca juga: Bukan Pengganti Gas Melon, Kapan Bright Gas 3 Kg Dijual di Seluruh Indonesia?
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang