Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wali Kota Makassar: Jangan sampai Orang Kaya Membeli Elpiji Subsidi

Kompas.com, 3 Februari 2025, 17:28 WIB
Hendra Cipto,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

MAKASSAR, KOMPAS.com - Pemerintah Kota Makassar mendukung aturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat yang melarang warung menjual elpiji subsidi 3 kg.

Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto, yang akrab disapa Danny Pomanto, mengungkapkan bahwa aturan yang dikeluarkan pemerintah pusat tentunya diambil berdasarkan pertimbangan dan kajian yang matang.

"Iya, semua itu ada pertimbangannya dan ada kajiannya," ujar Danny saat dikonfirmasi, Senin (3/2/2025).

Baca juga: Kata Pertamina soal Larangan Pengecer Jual Elpiji 3 Kg

Danny menambahkan, pemerintah perlu melindungi distribusi elpiji subsidi agar tidak disalahgunakan.

Menurutnya, penjualan di warung tidak terkontrol, sehingga berpotensi memperbolehkan orang kaya membeli elpiji bersubsidi.

"Kalau warung kan tidak terkontrol, jangan sampai orang kaya membeli elpiji subsidi. Sehingga, orang-orang kaya pergi membeli elpiji di warung, karena mereka tidak layak mendapatkan subsidi," kata dia.

"Itu masalahnya, makanya harus beli elpiji di pangkalan. Kalau ada elpiji di eceran lagi, itu bisa rawan," jelasnya.

Baca juga: Keluh Warga Gunungkidul soal Kebijakan Larangan Elpiji 3 Kg di Eceran


Belum ada laporan kelangkaan elpiji 3 kg

Ilustrasi gas LPG 3 kg.KOMPAS.com/Nur Khalis Ilustrasi gas LPG 3 kg.

Menyikapi keluhan warga di pulau-pulau di Kota Makassar terkait harga elpiji yang tinggi di pangkalan, Danny mengakui bahwa masalah tersebut perlu penanganan yang baik.

"Hal-hal seperti itu harus diatur secara baik. Masalahnya tata niaga Pemerintah Kota Makassar tidak bisa mencampuri soal suplai elpiji," ucapnya.

Meski larangan tersebut telah dikeluarkan, hingga Senin (3/2/2025) belum ada laporan mengenai kelangkaan elpiji 3 kg di Kota Makassar.

Baca juga: Tanggapan Danny Pomanto soal Penundaan Pelantikan Kepala Daerah 6 Februari 2025

Dari pantauan di lapangan, warung-warung kelontongan masih menjual elpiji 3 kg dengan harga bervariasi antara Rp 22.000 hingga Rp 23.000.

Ardi, pemilik warung kelontong di Jl Toddopuli, Kota Makassar, menyatakan bahwa kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada rakyat kecil yang sangat membutuhkan elpiji 3 kg.

"Susah kalau pemerintah mengandalkan pangkalan, karena biasa kosong elpiji 3 Kg. Kita warung saja ini, biasa keliling pangkalan mencari elpiji 3 kg. Apalagi, jarak rumah warga ke pangkalan lumayan jauh," keluhnya.

Baca juga: Soal Wacana Pencabutan Subsidi Gas Melon, Pertamina: Kita Hanya Menyediakan

Perbedaan harga karena biaya angkut

Wali Kota Makassar Danny Pomanto saat memimpin apel akhir tahun di Halaman Kantor Balai Kota, Senin (30/12/2024).Dok.Pemkot Makassar Wali Kota Makassar Danny Pomanto saat memimpin apel akhir tahun di Halaman Kantor Balai Kota, Senin (30/12/2024).

Sementara itu, Wahab, seorang warga Pulau Kodingareng mengungkapkan bahwa belum ada kelangkaan elpiji 3 kg di pulau tempat tinggalnya, yang berjarak 30 kilometer dari Kota Makassar.

"Belum ada kelangkaan elpiji 3 kg di sini. Di sini ada beberapa pangkalan elpiji 3 Kg, tapi harganya tidak sama dengan di Kota Makassar. Kalau di sini elpiji 3 Kg seharga Rp 22.000 hingga Rp 23.000, berbeda lagi harganya di warung-warung yang mencapai Rp 25.000," katanya.

Wahab menjelaskan bahwa perbedaan harga tersebut disebabkan oleh biaya angkut menggunakan kapal kayu untuk mendapatkan elpiji dari Pelabuhan Kayu Bangkoa.

"Pangkalan di sini, sewa kapal lagi untuk angkut elpiji 3 kg dari Pelabuhan Kayu Bangkoa. Jadi memang harganya lebih mahal," ungkapnya.

Ia menambahkan, masyarakat Pulau Kodingareng, yang berjumlah sekitar 5.000 jiwa, terpaksa membeli elpiji dengan harga mahal karena kebutuhan yang mendesak.

"Ya, mau tidak mau kita beli meski mahal. Jadi kalau pemerintah melarang warung jual elpiji, bagaimana lah kami warga pulau ke depannya. Bingung masyarakat," ucapnya.

Baca juga: Bukan Pengganti Gas Melon, Kapan Bright Gas 3 Kg Dijual di Seluruh Indonesia?

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Makassar
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
Makassar
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Makassar
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Makassar
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Makassar
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Makassar
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Makassar
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Makassar
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Makassar
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Makassar
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
Makassar
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Makassar
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Makassar
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
Makassar
Polemik PBNU, Cak Imin: Kelakuan PBNU Kecewakan Masyarakat NU
Polemik PBNU, Cak Imin: Kelakuan PBNU Kecewakan Masyarakat NU
Makassar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau