Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Vhivy, Ketika Harus Membela Penjahat dan Menerima Hujatan...

Kompas.com, 6 Agustus 2024, 06:28 WIB
Darsil Yahya M.,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

MAKASSAR, KOMPAS.com - Vhivy Arida Bhayangkara seorang pengacara muda asal Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), aktif memberikan bantuan hukum gratis atau pro bono terhadap masyarakat kurang mampu yang terlibat perkara di Kota Daeng.

Perempuan berusia 28 tahun ini mulai melakukan pendampingan hukum sejak pertengahan tahun 2020 hingga saat ini.

Berbagai kasus telah ditanganinya, mulai kasus pidana hingga perdata.

Dia tergabung dalam Pusat Kajian Advokasi dan Bantuan Hukum (PKaBH) Univeristas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.

Baca juga: Kisah Staf UKSW yang Jadi Advokat di LBH MKB, dari Intimidasi hingga Mendampingi Pasien RSJ

Tak hanya itu, ia juga pernah menjadi pengacara Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Kota Makassar pada Posko Bantuan Hukum (Posbakum).

Vhivy bertugas untuk melayani konsultasi hukum dan melakukan pendampingan persidangan dalam perkara pidana yang terdakwanya tidak memiliki penasihat hukum.

Namun, alumni Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) ini, lebih banyak bergelut dengan kasus pidana, seperti narkotika, pencabulan hingga pembunuhan.

Bahkan, kasus pidana yang ditanganinya merupakan kasus-kasus viral yang terjadi di Kota Makassar.

"Sebagian besar perkara yang kami dampingi dan sempat menjadi perhatian masyarakat, seperti pesta miras oplosan siswa yang mengakibatkan 3 orang meninggal dunia," ucap Vhivy, kepada Kompas.com, Senin (5/8/2024).

Kemudian, kata Vhivy, pembakaran pesantren, teror bom di masjid, female disc jockey (DJ) Makassar yang menjadi kurir narkotika hingga kasus suami yang kubur jasad istrinya di dalam rumah.

"Dan yang saat ini berjalan kasus istri yang dibunuh oleh suaminya 7 tahun yang lalu dan dikubur di halaman rumah," tutur dia.

Diketahui, HE (43) merupakan terdakwa kasus pembunuhan yang menimbun jasad istrinya JU di dalam rumahnya dengan cara dicor.

Insiden itu terjadi di Jalan Kandea, Kelurahan Bontoala Tua, Kecamatan Bontoala, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Minggu (14/4/2024) pagi.

Baca juga: Kisah Andika, Advokat Pekanbaru yang Pernah Dibayar Satu Tandan Pisang

Perempuan yang memulai pendidikan advokat di UMI Makassar pada 2019 ini pun membeberkan alasannya mendampingi perkara secara gratis termasuk melakukan kepada terdakwa HE.

"Karena setiap warga negara Indonesia yang sedang berproses dengan hukum memiliki hak untuk didampingi advokat pada tiap tahapan pemeriksaan," ujar dia.

Namun, Vhivy mengungkapkan, tidak semua masyarakat mampu dalam hal finansial atau biaya untuk menggunakan jasa advokat.

"Sehingga kantor kami sebagai lembaga bantuan hukum yang menerima dan melakukan pendampingan perkara pro bono/prodeo, diminta langsung oleh pihak kepolisan yakni dalam hal ini Polrestabes Makassar untuk melakukan pendampingan terhadap perkara tersebut," beber dia.

Cemooh dan hujatan

Dia juga mengaku, selama melakukan pendampingan hukum gratis, telah banyak suka duka yang telah dialaminya.

"Adanya hujatan-hujatan yang kami dapatkan dari masyarakat khususnya dari pihak korban yang kadang tidak menerima kami mendampingi terdakwa," ungkap dia.

Ia mengaku, tak sedikit masyarakat yang memberikan cemoohan atau hinaan terhadap dirinya karena dianggap membela seorang penjahat atau pelaku kriminal.

"Dan sering juga kami hadapi reaksi keluarga korban yang tidak terima dengan putusan pengadilan yang meringankan hukuman klien kami sebagai terdakwa," ucap dia.

Sebagai pengacara yang memberikan layanan hukum pro bono, ia juga mengaku merasa bangga karena bisa membantu masyarakat yang kurang mampu.

"Kalau dukanya itu tadi yah kadang dihujat, tapi sukanya itu bisa bertemu banyak orang dengan beragam karakter dalam persidangan," ujar dia.

Selama dirinya memberikan pendampingan hukum secara gratis, ia dan rekan-rekannya mendapat bayaran atau honor dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Baca juga: Demo Mahasiswa di UIN Alauddin Makassar Bikin Macet hingga Pengantin Turun Pelaminan

"Kalau untuk pendampingan pro bono gajinya dari Kemenkumham nominalnya tergantung, kalau untuk penyidikan kisaran Rp 2 juta, kalau persidangan Rp 3 juta, per perkara (kasus). Cairnya lewat lembaga (PKaBH)," ujar Vhivy.

Motivasinya menjadi seorang pengacara atas dorongan orangtuanya yang juga merupakan mantan komandan tim penikam Polrestabes Makassar yakni AKP Arif Muda yang dikenal tak padang bulu memberantas pelaku kriminal di Kota Daeng.

"Mungkin selama ini persepsi orang pengacara itu bela orang yang salah, pengacara itu lawannya pihak kepolisian, tapi saya pribadi sebagai advokat yang lahir dan dibesarkan oleh seorang anggota polisi yang dikenal garang, saya selalu ditanamkan sama beliau untuk tegakkan keadilan, jadi orang yang jujur dan bantu orang banyak tanpa melihat siapa yang dibantu dan siapa yang menjadi lawan," tutur dia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Makassar
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
Makassar
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Makassar
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Makassar
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Makassar
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Makassar
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Makassar
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Makassar
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Makassar
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Makassar
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
Makassar
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Makassar
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Makassar
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
Makassar
Polemik PBNU, Cak Imin: Kelakuan PBNU Kecewakan Masyarakat NU
Polemik PBNU, Cak Imin: Kelakuan PBNU Kecewakan Masyarakat NU
Makassar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau