GORONTALO, KOMPAS.com - Sudah 12 hari Fatma Gani (26) dan pengungsi warga Desa Buhu Kecamatan Telaga Jaya Kabupaten Gorontalo lainnya hidup di tenda pengungsian.
Di tempat ini tercium aroma kotoran sapi yang menyengat hingga ke dalam tenda. Karena tidak jauh dari tenda terdapat kumpulan sapi yang juga ikut diungsikan.
Fatma tinggal bersama keluarganya, yakni sang suami Ali Ibrahim yang merupakan nelayan danau, juga ada 3 anaknya, Aliyando Ibrahim berusia 9 tahun, Ali Ibrahim 8 tahun, dan si bungsu Amora Ibrahim yang masih 8 bulan.
Keluarga ini berhimpit berbagi ruang tenda dengan 4 keluarga lainnya. Tidak ada kenyamanan di dalam tenda. Lembab, lantai berair, dan pengap.
Baca juga: Warga Sebut Banjir di Kolong Tol Pondok Kelapa Imbas Kalimalang Meluap
"Kami sulit memasak, tidak ada dapur di sini. Kalau harus memasak menggunakan teras rumah orang yang tidak kebanjiran," kata Fatma, Selasa (9/7/2024).
Untungnya, ia dan pengungsi lainnya mendapat makanan siap saji setiap hari.
Setidaknya kiriman makanan ini bisa mengurangi beban hidup keluarganya. Terlebih suaminya sulit mendapatkan ikan jika kondisi danau terus meluap.
Fatma mengaku sudah bosan tinggal di bawah tenda plastik warga oranye bertuliskan Kemensos. Apalagi tiap hari hujan menguyur, kondisi lantai beton menjadi basah dan lembab, belum lagi air bersih mulai sulit didapat meskipun di belakang tenda terdapat penampung air.
Kebutuhan air bersih para pengungsi membuat persediaan air cepat habis.
Belum ada tanda-tanda air danau surut, bahkan hari ini luapannya bertambah tinggi menggenangi area yang lebih luas.
Seorang wanita muda warga Desa Hutadaa membawa barang berharganya meninggalkan rumahnya untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman setelah air Danau Limboto meluap. Banyak rumah warga yang terendam hingga ketinggian dada orang dewasa.“Biasanya lama surutnya,” kata Yunus Pomboo yang biasa diupanggil Koko (25 tahun) warga Buhu lainnya yang bekerja di gudang penampungan besi tua tidak jauh dari rumahnya.
Yunus mengaku sudah beberapa hari ini tidak bekerja. Rumahnya sudah tenggelam setengah, ketinggian air sudah sedada orang dewasa. Hingga hari ini, dia masih berupaya menyelamatkan barang-barangnya.
“Yang saya takutkan aliran Listrik, jangan sampai membayakan keselamatan kami,” ujar Yunus.
Yunus tinggal di perumahan khusus nelayan yang dibangun Kementerian Tenaga Kerja beberapa tahun lalu, perumahan ini biasa disebut rumah deret, mungin karena posisinya berderet-deret yang lebih teratur dari rumah warga kampung.
Rumah deret ini semua tenggelam saat danau Limboto meluap, ada 3 lokasi perumahan khusus nelayan yang dibangun di Kabupaten Gorontalo ini, semuanya berada di badan danau, Bahkan di Desa Kayubulan ketinggian air sudah mencapai leher orang dewasa,