Editor
KOMPAS.com - Tarian menjadi salah satu kekayaan budaya di suatu daerah, tak terkecuali tarian Sulawesi Tengah.
Tarian Sulawesi Tengah menggambarkan budaya masyarakat Sulawesi Tengah, seperti tenun sarung maupun kehidupan sebagai petani.
Fungsi tarian Sulawesi Tengah antara lain sebagai ungkapan rasa syukur, penyambutan tamu, maupun acara budaya.
Berikut ini sejumlah tarian Sulawesi Tengah
Tarian Pontanu berasal dari Sulawesi Tengah, khususnya Donggala. Tarian menggambarkan kegiatan para penenun sarung di Donggala.
Penari tari Pontanu adalah penari wanita berjumlah empat orang atau lebih.
Gerakan tari Pontanu diawali dengan gerakan tari yang dikreasikan, gerakan menenun, dan membentangkan sarung Donggala yang dibawa oleh masing-masing penari.
Musik pengiring berupa alat musik tradisional Sulawesi Tengah, seperti ngongi dan ganda.
Busana penari tari Pontanu adalah busana adat dengan baju longgar tanpa lengan disebut Nggembe dan bawahnnya menggunakan sarung khas Donggala yang disebut Buya Sabe.
Baca juga: Tari Pontanu, Tari Tradisional Suku Kaili Sulawesi Tengah
Tari Dopalak adalah tari tradisional yang berasal dari Sulawesi Tengah dan biasanya ditarikan sebanyak tujuh penari.
Satu penari berperan sebagai palima, yakni kepala penari. Sedangkan, enam penari lainnya disebut dayang-dayang.
Tari Dopalak menggambarkan tujuh penari membawa dulang, yang biasa digunakan untuk mencari emas secara tradisional.
Gerakan tari Dopalak menggambarkan masyarakat yang tengah mencari emas yang bercampur pasir.
Busana penari berupa busana adat Sulawesi Tengah berupa baju lengan pendek dengan warna cerah, seperti kuning dan merah.
Tari Dopalak diiringi dengan alat musik tradisional Sulawesi Tengah, yaitu Kakula Nuada.
Sejumlah remaja putri membawa boya sabe atau sarung Donggala saat mementaskan tari pontanu karya Hasan Bahasyuan pada pembukaan Festival Tenun Donggala di Donggala, Sulawesi Tengah, Kamis (11/8/2022). Festival yang menampilkan aneka ragam dan cara pembuatan sarung Donggala dan difasilitasi Kemenparekraf itu dimaksudkan untuk menggairahkan kembali penggunaan kain tenun khas tersebut di masyarakat sekaligus sebagai promosi daerah. ANTARA FOTO/Basri Marzuki/tom.Kakula adalah nama alat musik yang terdiri dari tujuh buah gong kecil yang ditempatkan secara berderet.
Tari Raigo adalah tari tradisional yang berkembang khususnya pada suku Kulawi, Kaili, dan Bada.
Tari Raigo menggambarkan kemenangan, kegembiraan, dan rasa syukur atas hasil panen.
Tarian tersebut dilakukan dengan melantunkan syair-syair yang berisi pesan moral bagi yang mendengarkannya dan makna terhadap pelaksanaan upacara adat.
Latunan syair dalam tari Raigo juga menunjukkan budaya lisan pada masyarakat tersebut. Salah satunya suku Kulawi yang tidak mengenal tulisan.
Hal tersebut menyebabkan pewarisan budaya hanya dilakukan secara lisan dan peniruan saat pelaksanaan tari Raigo.
Tari Dero berasal dari Poso, Sulawesi Tengah.
Dahulu, tari Dero sebagai bagian upacara adat, pesta adat, pesta panen, dan upacara adat lainnya.
Baca juga: Tari Pamonte, Tari Khas Sulawesi Tengah
Bagi masyarakat suku Pamona dari Sulawesi Tengah, tari Dero sebagai uangkapan rasa syukur atas kebahagiaan yang diberikan oleh Tuhan.
Tari Dero dilakukan secara massal dalam jumlah banyak, baik wanita maupun pria dalam segala usia.
Musik pengiringnya berupa nyanyian syair dengan gerakan penuh keceriaan.
Tari Dero diwariskan secara turun temurun dan masih lestari hingga saat ini.
Tari Dero tampil diberbagai acara yang bersifat hiburan.
Tari Pamonte adalah salah satu tari tradisional dari Sulawesi Tengah.
Tari Pamonte menggembarkan kehidupan masyarakat saat musim panen tiba, seperti memetik tanaman secara gotong royong.
Tari Pamonte biasanya ditarikan oleh 10 orang penari perempuan dengan seorang berperan sebagai penghulu yang disebut Tadulako.
Tadulako akan memberikan aba-aba kepada kepada penari lainnya.
Gerakan tari Pamonte mengikuti mengambil gerakan petani memanen padi hingga menjadi beras.
Busana penari tari Pamonte berupa busana khas petani dengan membawa alat berupa tudung (topi) alu untuk menumbuk padi, dan bakul sebagai tempat padi.
Panulis: Ari Welianto
Sumber: