Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yulis Adopsi Bayi Hasil Hubungan Gelap Oknum Polisi Berujung Tersangka, Ini Permintaan Polda Sulsel

Kompas.com, 5 September 2022, 10:02 WIB
Hendra Cipto,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

MAKASSAR, KOMPAS.com - Polda Sulsel meminta Polres Luwu Timur kembali gelar perkara kasus Yulis, yang mengadopsi bayi sahabatnya hasil hubungan gelap anggota polisi, malah berujung penjara.

Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Polisi Komang Suartana yang dikonfirmasi, Senin (5/9/2022) mengatakan, Polda Sulsel minta Polres Luwu Timur kembali melakukan gelar perkara kasus adopsi bayi tersebut.

"Saya beri masukan, Kapolres dan Wakapolres kembali menggelar perkaranya. Anak itu kan dikasih, kemudian rasa kemanusiaan dia merawat," katanya.

Baca juga: Kisah Yulis Adopsi Bayi Sahabatnya Hasil Hubungan Gelap Anggota Polisi, Malah Berujung Penjara

Komang menegaskan, jika persoalan kemanusiaan tidak bisa menjadi tindak pidana. Sehingga, Polres Luwu Timur harus memerhatikan hal tersebut dan tidak gegabah dalam menangani perkara.

"Tidak mungkin soal kemanusiaan, malah jadi kasus perkara. Ini kasus kan gara-gara ada salah satu orangtuanya yang tidak terima," tegasnya.

David Satya Putra Seorang bayi 4 bulan di Palopo ikut wisuda menggantikan ibunya yang telah meninggal dunia.

Saat ditanya soal status tersangka, Komang mengaku belum. Bahkan orang tersebut belum ditahan dan masih berada di rumahnya.

"Belum ada tersangka dan tidak ada penahanan. Orang yang bersangkutan masih ada kok di rumahnya," ujarnya.

Sebelumnya telah diberitakan, Yulis (48) seorang warga Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan tak kuasa menahan tangisnya ketika menceritakan kisahnya menyelamatkan seorang bayi sahabatnya yang justru dijadikan tersangka.

Yulis bersama suaminya, Oki (49) ditetapkan sebagai tersangka oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Luwu Timur sejak Juli 2022.

Dia dilaporkan oleh nenek sang bayi atas tuduhan pembuatan dokumen akta lahir yang tidak sesuai ketentuan.

Menurut Yulis, penahanannya atas kasus tersebut berawal saat dirinya diminta untuk mengambil bayi berinisial AN.

Kronologi dan buki-bukti berupa surat pernyataan penyerahan anak dari RE selaku ayah sang bayi yang merupakan anggota polisi yang bertugas di Polda Sulsel, hingga bukti percakapan WhatsApp RI, si ibu bayi yang memohon dan berterima kasih karena bayinya diterima oleh Yulis, juga diterangkan dalam permintaan keterangan penyidik.

Namun, Yulis tetap dijadikan tersangka.

Baca juga: Bayi Dibuang di Teras Rumah Warga Jember, Ada Surat Permintaan Maaf

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bupati Luwu Timur Diduga Umrah di Tengah Larangan Kepala Daerah Pergi ke Luar Negeri
Bupati Luwu Timur Diduga Umrah di Tengah Larangan Kepala Daerah Pergi ke Luar Negeri
Makassar
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Makassar
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
Makassar
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Makassar
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Makassar
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Makassar
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Makassar
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Makassar
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Makassar
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Makassar
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Makassar
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
Makassar
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Makassar
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Makassar
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
Makassar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau