Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Smart Toilet Senilai Total Rp 17 M di Makassar Jadi Gudang, Kejari Usut Dugaan Korupsi

Kompas.com, 21 Juli 2022, 19:27 WIB
Hendra Cipto,
Khairina

Tim Redaksi

MAKASSAR, KOMPAS.com - Kejaksaan Negeri Makassar mulai mengusut kasus dugaan korupsi proyek smart toilet atau toilet pintar di  SD dan SMP di Kota Makassar. 

Proyek itu menghabiskan Rp 17 miliar yang diambil dari Dana Insentif Daerah (DID) pada tahun anggaran 2018.

Anggaran sebesar itu dikeluarkan Dinas Pendidikan Kota Makassar namun sayangnya hasilnya tak sesuai yang diharapkan.

Baca juga: Terdakwa Korupsi Sapi Bantuan Kemendes di Wonogiri Dituntut 8 Tahun Penjara

Smart toilet yang dibangun untuk SD dan SMP dengan tujuan mengedukasi siswa akan kebersihan toilet pun tak sesuai diharapkan.

Malah smart toilet yang menghabiskan anggaran mahal itu ada yang dijadikan gudang.

Selain itu, smart toilet ada yang lantainya kotor, keramik pecah, hingga air tidak mengalir.

Seperti smart toilet di SDN Komp Sambung Jawa, di bagian bilik perempuan terpaksa dijadikan gudang penyimpanan barang. Sebab, fasilitas yang dibangun tidak dapat difungsikan.

Lain halnya di SMPN 3 Makassar, plafon mengalami kerusakan, sebagian runtuh. Atapnya juga bocor. Jika hujan turun, siswa tidak bisa menggunakannya.

Begitu pula yang terjadi di SMPN 7 Makassar, septic tank mengalami kebocoran.

Baca juga: Dihukum 13 Tahun Penjara, Eks Kacab Bank Jateng Blora yang Terlibat Korupsi Lakukan Upaya Banding

Kepala Dinas Pendidikan Makassar Muhyiddin Mustakim yang dikonfirmasi, Kamis (21/7/2022) mengatakan, pihaknya menghargai dan menghormati proses hukum berjalan.

Dia pun mengakui proyek smart toilet tersebut memang program Dinas Pendidikan Makassar.

"Ini murni tanggung jawab Dinas Pendidikan mulai dari perencanaan, penganggaran dan lainnya. Saya sekarang pemegang dokumen," katanya.

Muhyiddin mengungkapkan, dirinya telah diperiksa penyidik kejaksaan untuk dimintai keterangan.

Beberapa pihak lainnya telah diperiksa penyidik terkait kasus dugaan korupsi smart toilet tersebut.

"Saya kooperatif dan sudah dimintai keterangan oleh pihak kejaksaan. Saya tidak tahu persis kasusnya, karena saya baru menjabat sebagai Kadis Pendidikan Makassar 6 bulan terakhir," ungkapnya.

Muhyiddin menjelaskan, proyek smart toilet di sekolah SD dan SMP di Makassar tidak 100 persen rampung.

Namun, dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), sejumlah kontraktor yang tidak menyelesaikan pekerjaannya dikenakan denda ganti rugi.

"Tidak semua yang pengerjaan 100 persen dan ada yang kontraktor yang putus kontrak. Dan dari BPK yang tidak selesai pengerjaannya kena denda. Tidak semua sekolah SD dan SMP dapat proyek smart toilet, tapi di semua kecamatan di Kota Makassar ada. Kita sisa menunggu hasil penyelidikan pihak penegak hukum," jelasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Modus Penyelundupan Obat-obatan Daftar G Asal Surabaya ke Makassar
Makassar
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
2.486 Pekerja Menganggur, PHK di Sulsel Nomor 6 Se-Indonesia: Industri Nikel Lesu?
Makassar
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Kejati Sulsel Selamatkan Kerugian Negara Rp 36,6 Miliar dari Kasus Korupsi Sepanjang 2025
Makassar
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Menhan Sjafrie Ungkap 80 Persen Timah Indonesia Dibawa ke Luar Negeri Tanpa Pajak
Makassar
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Culik Dan Cabuli Bocah 10 Tahun, Residivis Di Gowa Ditembak Polisi
Makassar
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Menhan Sjafrie Soroti Bencana Sumatera-Aceh: Hutan Lindung Tak Dijaga, Perlu Militer Kuat
Makassar
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Skandal Perselingkuhan Pejabat DPRD di Sulsel Mencuat dari Video Mantan Suami, PKB dan BK Bergerak
Makassar
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Realisasi Investasi Makassar Triwulan III 2025 Capai Rp 4 Triliun
Makassar
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Inggris Bantu Makassar Rancang Stadion hingga Integrasi Transportasi
Makassar
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Sengketa Lahan 16 Hektar di Makassar Memanas, PT Hadji Kalla Siapkan Laporan Pemalsuan Dokumen
Makassar
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
GMTD Gugat PT Hadji Kalla Imbas Konflik Lahan, Sidang Perdana Dijadwalkan 9 Desember
Makassar
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Viral Pria di Gowa Diseret Rombongan Pemotor, Diduga Pelaku Pemerkosaan
Makassar
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Sekda Sulsel Ingatkan Kepala Sekolah: Jika Tak Mampu Jadi Manajer Talenta Global, Kembali Jadi Guru
Makassar
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
2 Nelayan Tersambar Petir di Perairan Makassar, Satu Tewas, Satu Kritis
Makassar
Polemik PBNU, Cak Imin: Kelakuan PBNU Kecewakan Masyarakat NU
Polemik PBNU, Cak Imin: Kelakuan PBNU Kecewakan Masyarakat NU
Makassar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau