KOMPAS.com - Aksara Bugis disebut juga aksara Lontara dan dikenal juga sebagai aksara Bugis-Makassar.
Aksara Lontara aktif digunakan sebagai tulisan sehari-hari maupun sastra di Sulawesi Selatan sejak abad 14 hingga awal abad 20. Lambat laun, fungsinya tergantikan oleh huruf latin.
Dalam budaya Bugis, karya sastra terkenal yang ditulis dalam aksara Lontara adalah La Galigo. Sebuah epos mengenai mitologi Bugis yang ditulis di atas daun lontar pada abad ke 15. Karya sastra ini terpanjang di dunia.
La Galigo merupakan cerita perjodohan anak-anak La Sattumpungi dan Batara Lattu yang masih bersaudara. Hasil perjodohan tersebut membuahkan keturunan yang salah satunya bernama La Galigo.
Aksara Lontara atau dikenal juga sebagai Lontaraq merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan Bugis.
Baca juga: Belajar Aksara Sunda: Lambang Bunyi dan Fungsi
Lontara berasal dari kata 'lontar' yang merupakan spesies flora endemik di Sulawesi Selatan. Lontara menjadi aksara tradisional masyarakat Bugis dan Makassar.
Awalnya, aksara Lontara diciptakan oleh Daeng Pamette, seorang syahbandar sekaligus tumailalang atau menteri urusan dalam dan luar negeri pada Karaeng Tumapakrisi Kallonna, Raja Gowa ke 9 yang memerintahkan pada abad ke 14.
Aksara digunakan untuk menulis pesan atau dokumen penting lainnya, jauh sebelum kertas ditemukan.
Aksara Lontara mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat orang Bugis. Karena, aksara Lontara mengandung nilai-nilai budaya yang tinggi sebagai pedoman hidup dan kehidupan masyarakat Bugis.
Aksara Lontara terdiri dari 23 huruf Lontara Bugis dan 19 huruf Lontara Makassar.
Perbedaan, aksara Lontara Bugis dan Makassar, yaitu Lontara Bugis dikenal dengan huruf nga', mpa', nca', dan nra'. Sedangkan, Lontara Makassar huruf tersebut tidak ada.
Baca juga: Aksara Lampung: Cara dan Media Penulisan
Aksara Lontara adalah sistem tulisan abugida yang terdiri dari 23 aksara dasar. Dengan, arah penulisan dari kiri ke kanan.
Secara tradisional aksara ini ditulis tanpa spasi dengan tanda baca yang minimal.
Aksara Lontara tidak memiliki tanda baca virama (pemati vokal) sehingga aksara Lontara konsonan mati tidak dituliskan.
Hal ini menimbulkan keracuan, bagi orang yang tidak terbiasa atau tidak mengerti kata yang dituliskan. Seperti, kata "Mandar" hanya ditulis mdr dan tulisan 'sr'dapat dibaca "sarang", "sara", atau "sara".
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.