Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Dugaan Mafia Tanah Dalam Ganti Rugi Lahan Pembangunan Bendungan Paselloreng Wajo, Begini Modusnya

Kompas.com - 27/07/2023, 21:52 WIB
Darsil Yahya M.,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

MAKASSAR,KOMPAS.com - Tim Penyelidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) menemukan dugaan praktik mafia tanah atas pembayaran ganti rugi lahan pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo.

Untuk diketahui bendungan tersebut diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada September 2021 lalu. 

Kejati Sulsel Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan negara dirugikan Rp 75,6 miliar akibat praktik mafia tanah pada proyek strategis nasional pembangunan itu. Dia juga mengungkapkan perkara ini sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan karena tim penyelidik telah menemukan adanya peristiwa pidana.

"Selanjutnya pada tahap penyidikan akan dilakukan pengumpulan bukti-bukti yang dengan bukti tersebut membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan menemukan siapa yang bertanggungjawab secara pidana," kata Leonard dalam keterangannya yang diterima KOMPAS.com Rabu (26/7/2023).

Baca juga: Kepala Dispertaru Jadi Tersangka Kasus Mafia Tanah, Pemda DIY Siapkan Plt

Leonard menjelaskan berdasarkan penelusuran penyidik dalam kasus ini, pada awal 2015, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang melaksanakan pembangunan fisik Bendungan Passeloreng di Kecamatan Gilireng Kabupaten Wajo.

Menindaklanjuti hal tersebut, Gubernur Sulsel mengeluarkan keputusan penetapan lokasi pengadaan tanah pembangunan bendungan tersebut.

"Untuk lokasi pengadaan tanah pembangunan Bendungan Paselloreng memerlukan lahan atau tanah terdiri lahan yang masih masuk dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) Lapaiepa, dan Lapantungo yang terletak di Desa Passeloreng, Kabupaten Wajo, yang telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai kawasan hutan HPT," ujarnya.

Kemudian ada proses perubahan kawasan hutan menjadi bukan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Selain itu dilakukan review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Sulsel, salah satunya untuk kepentingan Pembangunan Bendungan Panselloreng di Kabupaten Wajo.

"Pada 28 Mei 2019 diterbitkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : SK.362/MENLHK/SETEN/PLA.0/5/2019 tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan hutan. Kawasan hutan seluas 91.337 hektar. Perubahan fungsi kawasan hutan seluas 84.032 hektar dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 1.838 hektar di Sulsel," jelasnya.

Modus dalam kasus ini, kata Leonard, diduga ada oknum memerintahkan beberapa honorer di Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Wajo membuat surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah atau sporadik kolektif sebanyak 246 bidang tanah pada 15 April 2021.

Setelah itu, Sporadik tersebut diserahkan kepada masyarakat, Kepala Desa Paselorang serta Kepala Desa Arajang untuk ditandatangani. Sehingga dengan Sporadik tersebut seolah-olah masyarakat telah menguasai tanah di kawasan hutan. 

"Sebanyak 246 bidang tanah ini belakangan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk dilakukan pembayaran ganti kerugian oleh Satgas A dan Satgas B yang dibentuk dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan kepentingan umum. Selanjutnya, diserahkan kepada Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk menilai harga tanah dan tanaman," ungkapnya.

Namun berdasar pada foto citra satelit dikeluarkan tahun 2015 oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) lahan yang dimaksud masih kawasan hutan dan bukan lahan garapan sebagaimana klaim masyarakat.

"Dengan demikian lahan tersebut tidak termasuk dalam kategori sebagai lahan garapan sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Presiden nomor 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan," ujarnya.

Baca juga: Perjalanan Kasus Mafia Tanah di DIY, Sultan Sempat Layangkan Somasi, Anak Buahnya Terima Gratifikasi Miliaran Rupiah

Loenard mengatakan, dari penilaian harga tanah dan tanaman tersebut, BBWS Pompengan meminta Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Kementerian Keuangan membayar sebanyak 241 bidang tanah seluas 70,958 hektar dengan total pembayaran sebesar Rp 75,6 miliar lebih.

Dia mengatakan 241 bidang tanah tersebut merupakan eks kawasan hutan milik negara dan tidak dapat dikategorikan sebagai lahan atau tanah garapan.

"Maka pembayaran tanah itu telah berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp 75,6 miliar lebih. Karena pengadaan tanah yang berstatus kawasan hutan," pungkas dia.

Dalam kasus ini sebelumnya dikeluarkan Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejati Sulsel Nomor: Print- 92/P.4/Fd.1/ 01/2023 per tanggal 31 Januari 2023. Selanjutnya, perkara ini ditingkatkan ke tahap penyidikan karena tim penyelidik telah menemukan adanya peristiwa pidana.

Pada tahap penyidikan itu akan dilakukan pengumpulan bukti-bukti untuk menemukan siapa yang bertanggung jawab secara pidana. Penyidikan tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print – 664/P.4/Fd.1/07/2023 per tanggal 20 Juli 2023. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bawa 11.111 Dokumen Dukungan ke KPU, Mantan Wawali Tomohon Maju Pilkada Lewat Jalur Perseorangan

Bawa 11.111 Dokumen Dukungan ke KPU, Mantan Wawali Tomohon Maju Pilkada Lewat Jalur Perseorangan

Makassar
Basarnas Manado Evakuasi Turis Inggris yang Cedera Kena Reruntuhan Batu Gunung Soputan

Basarnas Manado Evakuasi Turis Inggris yang Cedera Kena Reruntuhan Batu Gunung Soputan

Makassar
Hamil 2 Bulan, Calon Jemaah Haji asal Makassar Batal Berangkat ke Tanah Suci

Hamil 2 Bulan, Calon Jemaah Haji asal Makassar Batal Berangkat ke Tanah Suci

Makassar
Prakiraan Cuaca Makassar Hari Ini Minggu 12 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Makassar Hari Ini Minggu 12 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Makassar
Motif Kasus Pembunuhan Pelajar SMK di Mamuju Terungkap, Pelaku Sakit Hati karena Kerap Di-bully

Motif Kasus Pembunuhan Pelajar SMK di Mamuju Terungkap, Pelaku Sakit Hati karena Kerap Di-bully

Makassar
Sepasang Dokter di Makassar Digerebek Warga Berduaan di Dalam Mobil

Sepasang Dokter di Makassar Digerebek Warga Berduaan di Dalam Mobil

Makassar
'Harusnya Bapak yang Berangkat Haji....'

"Harusnya Bapak yang Berangkat Haji...."

Makassar
Daeng Magading, Jadi Relawan Tagana untuk Kepuasan Bukan Uang

Daeng Magading, Jadi Relawan Tagana untuk Kepuasan Bukan Uang

Makassar
Kunjungi Luwu, Mensos Risma Akui Medan Lokasi Bencana Longsor Sulit

Kunjungi Luwu, Mensos Risma Akui Medan Lokasi Bencana Longsor Sulit

Makassar
Calon Jemaah Haji Polewali Mandar Diberi 3 Tanda Pengenal Dilengkapi Barcode, Ini Tujuannya

Calon Jemaah Haji Polewali Mandar Diberi 3 Tanda Pengenal Dilengkapi Barcode, Ini Tujuannya

Makassar
Hendak Tangkap Pelaku Tawuran, Polisi di Makassar Malah Diserang Parang

Hendak Tangkap Pelaku Tawuran, Polisi di Makassar Malah Diserang Parang

Makassar
Prakiraan Cuaca Makassar Hari Ini Jumat 10 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Makassar Hari Ini Jumat 10 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Makassar
Persiapan PPIH Embarkasi Makassar Layani Jemaah Haji 99 Persen

Persiapan PPIH Embarkasi Makassar Layani Jemaah Haji 99 Persen

Makassar
Dilanda Banjir dan Longsor, BPBD Pinrang Tetapkan Status Siaga Bencana

Dilanda Banjir dan Longsor, BPBD Pinrang Tetapkan Status Siaga Bencana

Makassar
Banjir Bandang di Pinrang Diduga karena Pembukaan Lahan Besar-besaran

Banjir Bandang di Pinrang Diduga karena Pembukaan Lahan Besar-besaran

Makassar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com