Salin Artikel

Ada Dugaan Mafia Tanah Dalam Ganti Rugi Lahan Pembangunan Bendungan Paselloreng Wajo, Begini Modusnya

Untuk diketahui bendungan tersebut diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada September 2021 lalu. 

Kejati Sulsel Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan negara dirugikan Rp 75,6 miliar akibat praktik mafia tanah pada proyek strategis nasional pembangunan itu. Dia juga mengungkapkan perkara ini sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan karena tim penyelidik telah menemukan adanya peristiwa pidana.

"Selanjutnya pada tahap penyidikan akan dilakukan pengumpulan bukti-bukti yang dengan bukti tersebut membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan menemukan siapa yang bertanggungjawab secara pidana," kata Leonard dalam keterangannya yang diterima KOMPAS.com Rabu (26/7/2023).

Leonard menjelaskan berdasarkan penelusuran penyidik dalam kasus ini, pada awal 2015, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang melaksanakan pembangunan fisik Bendungan Passeloreng di Kecamatan Gilireng Kabupaten Wajo.

Menindaklanjuti hal tersebut, Gubernur Sulsel mengeluarkan keputusan penetapan lokasi pengadaan tanah pembangunan bendungan tersebut.

"Untuk lokasi pengadaan tanah pembangunan Bendungan Paselloreng memerlukan lahan atau tanah terdiri lahan yang masih masuk dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) Lapaiepa, dan Lapantungo yang terletak di Desa Passeloreng, Kabupaten Wajo, yang telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai kawasan hutan HPT," ujarnya.

Kemudian ada proses perubahan kawasan hutan menjadi bukan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Selain itu dilakukan review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Sulsel, salah satunya untuk kepentingan Pembangunan Bendungan Panselloreng di Kabupaten Wajo.

"Pada 28 Mei 2019 diterbitkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : SK.362/MENLHK/SETEN/PLA.0/5/2019 tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan hutan. Kawasan hutan seluas 91.337 hektar. Perubahan fungsi kawasan hutan seluas 84.032 hektar dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 1.838 hektar di Sulsel," jelasnya.

Setelah itu, Sporadik tersebut diserahkan kepada masyarakat, Kepala Desa Paselorang serta Kepala Desa Arajang untuk ditandatangani. Sehingga dengan Sporadik tersebut seolah-olah masyarakat telah menguasai tanah di kawasan hutan. 

"Sebanyak 246 bidang tanah ini belakangan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk dilakukan pembayaran ganti kerugian oleh Satgas A dan Satgas B yang dibentuk dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan kepentingan umum. Selanjutnya, diserahkan kepada Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk menilai harga tanah dan tanaman," ungkapnya.

Namun berdasar pada foto citra satelit dikeluarkan tahun 2015 oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) lahan yang dimaksud masih kawasan hutan dan bukan lahan garapan sebagaimana klaim masyarakat.

"Dengan demikian lahan tersebut tidak termasuk dalam kategori sebagai lahan garapan sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Presiden nomor 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan," ujarnya.

Loenard mengatakan, dari penilaian harga tanah dan tanaman tersebut, BBWS Pompengan meminta Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Kementerian Keuangan membayar sebanyak 241 bidang tanah seluas 70,958 hektar dengan total pembayaran sebesar Rp 75,6 miliar lebih.

Dia mengatakan 241 bidang tanah tersebut merupakan eks kawasan hutan milik negara dan tidak dapat dikategorikan sebagai lahan atau tanah garapan.

"Maka pembayaran tanah itu telah berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp 75,6 miliar lebih. Karena pengadaan tanah yang berstatus kawasan hutan," pungkas dia.

Dalam kasus ini sebelumnya dikeluarkan Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejati Sulsel Nomor: Print- 92/P.4/Fd.1/ 01/2023 per tanggal 31 Januari 2023. Selanjutnya, perkara ini ditingkatkan ke tahap penyidikan karena tim penyelidik telah menemukan adanya peristiwa pidana.

Pada tahap penyidikan itu akan dilakukan pengumpulan bukti-bukti untuk menemukan siapa yang bertanggung jawab secara pidana. Penyidikan tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print – 664/P.4/Fd.1/07/2023 per tanggal 20 Juli 2023. 

https://makassar.kompas.com/read/2023/07/27/215216478/ada-dugaan-mafia-tanah-dalam-ganti-rugi-lahan-pembangunan-bendungan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke