MAKASSAR, KOMPAS.com - Wanita lanjut usia bernama Anny Anna Maria Kondoi tak kuasa menahan air matanya saat menjelaskan perkara yang menimpa dirinya.
Di mana, wanita berusia 68 tahun ini ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan pemalsuan sertifikat tanah oleh penyidik Polrestabes Makassar, Sulawesi Selatan.
Melalui kuasa hukumnya Abdul Rahim Muchtar mengatakan, kasus yang dilaporkan oleh seorang bernama Lukas ke penyidik Polrestabes Makassar dinilai tidak memenuhi unsur pidana. Abdul merasa adanya dugaan kriminalisasi dalam kasus tersebut.
Baca juga: Bentrokan di Cilincing Disulut Persoalan Sengketa Tanah
"Secara hukum kami melihat bahwa kasus ini tidak ada pidananya. Kami menyatakan sangat kuat ada dugaan kriminalisasi itu terjadi. Karena sudah sejak awal 2020 sertifikat ini dicek tidak ada kepalsuan," katanya kepada awak media di Kota Makassar, Sulsel, Senin (26/6/2023).
Menurut Abdul Rahim, perkara ini seharusnya masuk dalam gugatan perdata, dan dalam kasus ini perkara kliennya telah memasuki upaya hukum kasasi di Mahkamah Agung (MA) RI.
"Nah kalau dia dituduh menggunakan surat palsu, letak kepalsuannya di mana? Apakah di pengadilan? Sedangkan ini masih ada perdata juga, ada sengketa perdata juga yang masih berlangsung di pengadilan. Dalam upaya hukum, putusan berkekuatan tetap itu pada saat putusan di tingkat kasasi di Mahkamah Agung,"bebernya.
Menurut Abdul Rahim, sikap penyidik Polrestabes Makassar dinilai terlalu terburu-buru menetapkan kliennya sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan sertifikat tanah.
"Artinya dalam proses banding dan proses kasasi status keputusan masih status Quo. Sama-sama orang mempunyai hak untuk memperjuangkan. Jadi sebaiknya kepolisian mengambil sikap lebih bijaknya kalau jangan terburu-buru menaikkan ke tahap penyidikan. Kemudian menetapkan ibu Anny ini tersangka," tegasnya.
Lebih jauh ia menjelaskan bahwa sang klien tidak sama sekali memiliki niat jahat. Mengingat, dokumen sertifikat tanah yang dimiliki oleh Anny masih terdaftar.
"Yakin kalau kita misalnya kita lihat niat jahatnya, tidak ada niat jahatnya. Dalam hukum pidana itu kan dilihat dulu anak niat jahatnya ada tidak? Kalau niat jahatnya untuk menggunakan sertifikat palsu bagaimana, wong surat hasil pemeriksaan cek sertifikat tahun 2020 di barcode juga NIB (Nomor Induk Bangunan) masih terdaftar," ujarnya.
Sementara itu, Anny Anna Maria Kondoi mengungkapkan, tanah yang menjadi sengketa itu merupakan tanah milik leluhurnya. Ia juga menyebut sudah 62 tahun lebih mencari keadilan atas kasus yang menimpanya.
"Orangtua saya itu namanya Nia Bioloang. Itu tanah, tanah leluhur. Jadi di mana letak saya palsukan sertifikat. Saya periksa di BPN ternyata ada barkot juga, masih aktif. Terus saya bilang, lihat dulu di buku tanah apakah ibu saya ada namanya di situ. Dia bilang ada. Berarti saya punya sertifikat kan sah toh. Asli kan," katanya sambil menangis.
Demi memperjuangkan keadilan atas dirinya, wanita 68 tahun itu rela terbang dari Manado ke Jakarta untuk mengadu ke Mabes Polri dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) karena ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polrestabes Makassar.
"Makanya ini saya pikir daripada orangtua saya sudah berjuang sampai titik penghabisan, saya punya kakak dua lagi begitu. Tidak dapat keadilan. Terpaksa saya yang berjuang untuk mereka. Saya sudah lapor di Mabes Polri di Jakarta minta keadilan karena saya ditetapkan sebagai tersangka. Saya buat surat palsu dari mana," ucapnya.
Olehnya, dengan aduan yang dilayangkan ke Mabes Polri dan Kemenkopolhukam, ia berharap agar kasus penetapan tersangka tersebut menjadi perhatian Mabes Polri bahkan Presiden RI Joko Widodo
Baca juga: Ratusan Warga Lombok Tengah Geruduk Kejaksaan, Mengadu soal Sengketa Tanah Pecatu