LUWU, KOMPAS.com – Pelajar SD dan SMP, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, terpaksa menggunakan gabus untuk menyeberang sungai karena jembatan penyeberangan rusak dihantam banjir sejak sebulan lalu.
Pagi ini, cuaca cukup bersahabat. Tepat pukul 06.00 Wita, sejumlah siswa tampak bersiap ke sekolah.Di sungai telah siap perahu dari gabus untuk digunakan menyeberang.
Melani Pelajar SMP Negeri 1 Bua lebih awal menyeberang karena akan mengikuti ujian. Sementara yang lain menunggu giliran.
Andita siswi kelas 5 SDN 478 Barowa memulai naik perahu gabus disusul Sisa, Dirga, dan Abi untuk menyeberangi sungai dengan lebar 20 meter. Dengan bantuan seutas tali, mereka memegang dan menariknya untuk menyeberang.
Baca juga: Kisah Surip, 18 Tahun Menabung dari Hasil Angon Bebek untuk Naik Haji
Niat ingin menimba ilmu di sekolah mampu mengalahkan segala rasa takut terhadap risiko yang bisa saja terjadi saat menyeberangi sungai. Apalagi hari ini ujian sekolah berlangsung, Andita dan kawan-kawannya tak mau absen agar tidak ketinggalan ujian.
Kondisi air memang tenang. Namun, jika ada perahu yang lewat maka penyeberangan terganggu oleh gelombang. Belum lagi tangga yang hanya dari pohon bakau diberi balok untuk tempat kaki bertumpu bisa membahayakan anak-anak tersebut.
“Sudah satu bulan tiap hari kami menyeberang di sini karena jembatan rusak. Kami sudah tidak takut karena sudah terbiasa,” kata Andita, saat dikonfirmasi, Senin (12/6/2023).
Andita dan rekan-rekannya berharap pemerintah segera membangun jembatan agar dapat pergi ke sekolah dengan aman.
“Kami harap pemerintah segera buatkan jembatan supaya bisa menyeberang,” harap Andita.
Usai menyeberangi sungai, hambatan lain yang dialami siswa adalah jalan yang kurang bagus dan melewati pematang tambak. Jika hujan atau air pasang tinggi hal ini menjadi kendala bagi mereka.
“Kadang kami tidak ke sekolah karena jalan becek, kadang pula kami pasang alas kaki dengan tas kresek atau tas plastik sambil tenteng sepatu,” ucap Andita.
Menurut Muhlis (35), warga dusun Pabburicca, jembatan rusak sejak sebulan lalu dan belum diperbaiki. Sementara anak-anak mereka setiap hari harus ke sekolah begitupun warga.
“Kondisi mereka tidak aman, kadang terbalik, kalau ada perahu lewat ada ombak, biasa perahunya oleng-oleng,” ujar Muhlis.
Sementara Janwar (32) mengatakan warga Dusun Pabbiricca umumnya hidup sebagai nelayan dan petani tambak. Dia mengatakan untuk menuju ke pasar atau ke pusat keramaian, warga sebagian harus menyeberangi sungai.
Jika pagi hari, perahu warga sudah melaut. Sehingga di sungai tersebut tidak ada perahu untuk menyeberangkan anak.