MAKASSAR, KOMPAS.com- Kasus dugaan kekerasan yang menimpa seorang balita berkebutuhan khusus atau disabilitas di lingkup yayasan sekolahnya di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), kini telah naik ke tahap penyidikan.
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Makassar tidak lama lagi bakal menentukan siapa tersangka dalam kasus tersebut.
Kanit PPA Polrestabes Makassar Iptu Syahuddin Rahman mengungkapkan, naiknya tahap kasus dari penyelidikan ke penyidikan tersebut setelah pihaknya melakukan pemeriksaan beberapa saksi ahli.
Baca juga: Makam Mahasiswa IAIN Gorontalo Diduga Korban Kekerasan Akan Dibongkar
"Setelah kita lakukan itu semua pemeriksaan, kita bisa memfaktakan. Jadi yang bisa kita faktakan adalah yang singkron dengan keterangan saksi dengan visum. Maka kasus ini kita bisa tingkatkan dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan," kata Syahuddin kepada wartawan di Mapolrestabes, Minggu (12/11/2023) kemarin.
Syahuddin mengatakan, dari perjalanan kasus ini pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap 10 orang saksi, termasuk saksi ahli dari Individualized Educational Program (IEP).
"Semua saksi yang telah kita periksa kurang lebih 10 orang. Terapis, termasuk pelapor, kemudian terlapor, dan terapis-terapis yang ada disekolah yayasan tersebut, itu sudah kita lakukan," ungkapnya.
Syahuddin menyebut, dalam rangkaian proses penyelidikan yang dilakukan pihaknya dinilai lama lantaran banyaknya kendala, termasuk pemeriksaan saksi-saksi ahli, maupun korban yang sulit dimintai keterangan karena penyandang disabilitas ADHD (Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas).
Selain sulit memperoleh keterangan korban secara langsung, pihaknya juga harus meminta bantuan psikolog dari PPA pemerintah, ditambah orangtua korban yang disebut lama membawa korban guna dimintai keterangan.
"Pelapor menghadirkan (korban) baru di bulan Juni 2023, jadi laporan di bulan April baru bisa kami dapat memeriksa keterangan korban itu di tanggal 21 Juni 2023. Itu yang saya bisa jelaskan di keterlambatannya penanganan kasus ini," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, seorang anak berkebutuhan khusus atau disabilitas dikabarkan jadi korban dugaan kekerasan yang dilakukan oknum terapis sebuah yayasan tempat anak berkebutuhan khusus di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Bocah berinisial GF yang masih berusia 4 tahun itu pun dikabarkan mengalami memar-memar di bagian tubuhnya lantaran diduga mengalami aksi kekerasan.
Tidak terima sang anak mendapatkan perlakuan dugaan kekerasan, FM pun melaporkan penanggung jawab yayasan tersebut ke polisi atas tudingan kekerasan terhadap anak, dengan nomor registrasi laporan STBL/783/IV/2023/POLDA SULSEL/RESTABES MKSR, pada Sabtu (15/4/2023).
Baca juga: Prabowo: Untuk Apa Saya Jadi Presiden kalau Negara Penuh Kerusuhan, Kekerasan, Kegaduhan?
Ibu GF berinisial FM (26) menjelaskan bahwa sang anak diduga dianiaya dengan cara dicubit hingga digigit. Perlakuan yang diterima itu, kata FM, merupakan hukuman dari pihak yayasan.
"Itu anak saya digigit, dicubit, dilakukan kekerasan fisik yang katanya pihak penanggung jawab itu adalah sebagai punishment mereka. (Yang aniaya) Itu pihak penanggung jawab kayak kepala sekolah di sana, karena kan sampai biru-biru (memar). Anak saya itu dia terlambat bicara, kata dokter kemungkinan kena ADHD (kurang fokus dan hiperaktif)," ucap FM saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (17/4/2023) siang.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.