MAKASSAR, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengumumkan bahwa pelantikan kepala daerah yang tidak bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) yang dijadwalkan pada 6 Februari 2025 dibatalkan.
Wali Kota Makassar, Muhammad Ramdhan Pomanto atau yang akrab disapa Danny Pomanto pun memberikan tanggapan terkait keputusan tersebut saat dihubungi pada Jumat (31/1/2025).
Danny menyatakan bahwa pelantikan kepala daerah merupakan kewenangan Pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dia menilai, pelantikan serentak tersebut digelar agar kelihatan banyak pesertanya.
"Jadi saya kira, itu kewenangannya KPU dan Mendagri tentunya. Jadi saya lihat, mereka ingin gabung antara yang terpilih dan yang berperkara. Biar lebih banyak sudah dilantik, saya kira begitu maksudnya," ujarnya.
Baca juga: Cerita Istri Korban, Sebelum La Jahari Dibunuh KKB di Yahukimo Papua Pegunungan
Baca juga: Kasus DBD di Purworejo Naik, Fogging Tak Disarankan, Begini Cara Berantas Nyamuk
Ia juga menekankan bahwa pembatalan pelantikan pada 6 Februari 2025 adalah langkah yang tepat, mengingat semua kepala daerah yang saat ini menjabat belum habis masa jabatannya.
"Tidak ada yang habis masa jabatannya, rata-rata habis masa jabatannya di tahun 2026. Termasuk saya," ungkapnya.
Danny menambahkan bahwa putusan MK menyatakan bahwa pelantikan kepala daerah baru dapat dilakukan setelah semua persoalan sengketa diselesaikan.
Baca juga: Dosen ASN di Yogyakarta Minta Tukin 2020-2024 Dirapel, Akan Gelar Aksi di Jakarta
Ia menjelaskan bahwa sebelumnya pemerintah menetapkan pelantikan dilakukan setelah masa jabatan selesai pada 2024, yang berarti masa jabatan kepala daerah hasil pelantikan tahun 2021 tidak akan mencukupi lima tahun.
"Tadinya kan pemerintah menetapkan pelantikan setelah masa jabatan selesai 2024, jadi cuma tiga tahun. Kemudian beberapa kepala daerah termasuk saya menggugat, lalu MK mengabulkan," kata dia.
"Hingga akhirnya MK mengubah putusan pemerintah, bahwa sampai sengketa pemilu selesai di tahun 2025. Mestinya kan semua harus selesai semua, biar tidak sengketa harus ikut itu. Tapi diubah oleh pemerintah, tidak perlu menunggu sengketa selesai," imbuhnya.
Baca juga: Menag Sebut Jangan Jadikan Tokoh Agama Hanya sebagai Pemadam Kebakaran
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang