MAKASSAR, KOMPAS.com - Kapolda Sulsel Irjen Pol Andi Rian R Djajadi menegaskan, pencabutan laporan kasus dugaan penggelapan dana yayasan oleh mantan Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar tidak menggugurkan penyidikan dalam kasus pidana yang tengah berjalan.
"Pidana penggelapan dalam jabatan itu bukan delik aduan. Jadi walau laporan sudah dicabut, penyidikan kasus akan terus lanjut," ujarnya, Kamis (18/4/2024).
Sebelumnya, dari hasil penyelidikan Polda Sulsel, ada empat proyek pekerjaan yang diduga anggarannya digelembungkan.
Baca juga: 10 Kasus Korupsi dengan Kerugian Negara Terbesar di Indonesia
Dalam kasus itu menyeret nama mantan Rektor UMI Prof Basri Modding.
"Dari semenjak laporan itu, kita lakukan penyelidikan. Perkara ini sudah naik tahap penyidikan, artinya ini sudah ada suatu peristiwa pidana tinggal akan didalami lagi dan mencari bukti lain, yang membuat terang suatu peristiwa pidananya sehingga kita bisa menentukan tersangkanya," ujar Dirreskrimum Polda Sulsel Kombes Pol Jamaluddin Farti, saat ekspose di Mapolda Sulses, belum lama ini.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, perusahaan-perusahan yang mendapatkan tender proyek tersebut merupakan milik mantan Rektor UMI yakni Prof Basri Modding dan anaknya.
"Modus mark up nilai proyek yang ada. Kalau dari hasil penyidikan kita, memang terlihat dari rektor yang lama ini (Prof Basri Modding) ada beberapa PT yang mengerjakan proyek ini, salah satu PT ini milik mantan rektor sendiri," tandasnya.
Baca juga: Dugaan Korupsi Mantan Rektor UMI Makassar Naik Tahap Penyidikan, Rugikan Yayasan Rp 11 Miliar
Sementara itu, laporan kasus dugaan penggelapan dana beberapa proyek yang dilakukan mantan Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Prof Basri Modding rupanya telah dicabut.
Proses pencabutan laporan yang dilayangkan oleh yayasan Wakaf UMI Makassar ini dilakukan pada Maret 2024.
Kuasa hukum Yayasan Wakaf UMI Makassar Ansar Makkuasa membenarkan perihal pencabutan laporan tersebut. Kata dia, meski laporan polisi dicabut bukan berarti yayasan Wakaf UMI Makassar tidak mengalami kerugian.
"Perlu kami luruskan terkait apa yang disampaikan, yang pertama adalah kami mencabut laporan kami di Polda bukan berarti tidak ada kerugian yayasan wakaf UMI, itu tidak benar," kata Ansar saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (18/4/2024).
Baca juga: Tak Hanya di Vietnam, Ini 5 Skandal Korupsi Terbesar di Dunia
Ansar yang juga selaku Kepala Pusat Kajian Advokasi dan Bantuan Hukum (PKaBH) UMI menjelaskan, pihak yayasan Wakaf UMI Makassar bakal berfokus ke gugatan perdata yang bakal dilayangkan ke Pengadilan Negeri (PN) Makassar.
"Kami mencabut laporan di Polda karena kami mau lebih konsentrasi mengejar kerugian sekitar lebih Rp 11 miliar dengan mengajukan gugatan perdata di pengadilan. Tentunya gugatan ini lebih tepat untuk mengembalikan kerugian Yayasan Wakaf UMI," jelasnya.
Ansar mengaku, saat ini gugatan perdata untuk mengembalikan kerugian yayasan Wakaf UMI Makassar masih tengah berlangsung, dengan nomor perkara 112/Pdt.G/2024/PN.
"Saat ini gugatan perdata kami di Pengadilan Negeri Makassar terkait ada tiga item yaitu proyek taman fiRdaus, pembangunan gedung international school, dan Acces Point," ucap Ansar.