KOMPAS.com - Sejarah mencatat tragedi memilukan yang pernah terjadi di Sulawesi Selatan yang dikenal dengan Pembantaian Westerling.
Pembantaian Westerling adalah peristiwa pembantaian ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh pasukan Belanda Depot Speciale Troepen (DST) pimpinan Raymond Pierre Paul Westerling.
Baca juga: Pemberontakan APRA: Tokoh, Latar Belakang, Tujuan, dan Dampak
Pembantaian Westerling yang menjadi bagian dari Operasi Westerling ini berlangsung dari 11 Desember 1946 hingga 21 Februari 1947.
Pembantaian Westerling memakan korban hingga 40.000 jiwa yang tersebar di seluruh penjuru Sulawesi Selatan.
Baca juga: Pemberontakan Ranggalawe: Penyebab, Kronologi, dan Dampak
Untuk mengingat korban yang gugur Pembantaian Westerling, maka setiap tanggal 11 Desember diperingati sebagai Hari Korban 40 Ribu Jiwa.
Didirikan pula Monumen Korban 40.000 Jiwa yang berlokasi di Jalan Langgai, Kelurahan Kalukuang, Kecamatan Tallo, Kota Makassar.
Baca juga: Monumen Kresek, Sejarah Pemberontakan PKI Madiun 1948
Peristiwa ini bermula dari reaksi Belanda atas dibacakannya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Berbagai usaha dilakukan untuk merebut kembali wilayah kekuasaannya dari para pejuang kemerdekaan yang dikenal sebagai masa Revolusi Nasional.
Berbagai cara dilakukan pihak Belanda, termasuk dengan melakukan agresi militer hingga membuat negara boneka yang berbentuk negara federal.
Salah satunya membentuk Negara Indonesia Timur dengan ibu kota di Makassar, Sulawesi Selatan.
Pada masa itu juga sempat terjadi Pemberontakan Kahar Muzakar, seorang pejuang asal Sulawesi Selatan pada akhirnya melakukan pemberontakan dan membentuk Darul Islam
Kemudian pasukan Belanda Depot Speciale Troepen (DST) yang dipimpin Raymond Pierre Paul Westerling dikirim untuk menumpas para pejuang dan nasionalis yang mendukung kemerdekaan Indonesia.
Bermula dari kedatangan pasukan yang dipimpin Westerling inilah tragedi berdarah ini bermula.
Dilansir dari Kompas.com, Pasukan DST yang berjumlah 120 orang dengan dipimpin Westerling berangkat dengan kapal dan tiba di Makassar pada 5 Desember 1946.
Pasukan ini kemudian memulai operasinya pada 11 desember 1946 dan mulai membangun kamp di Mattoangin.