KOMPAS.com - Perang Pattimura (1817) adalah peristiwa sejarah yang terjadi di Maluku sebagai bentuk perlawanan rakyat terhadap VOC atau serikat dagang milik Belanda.
Pada pada tahun 1814, VOC datang untuk menguasai Maluku yang merupakan surga rempah-rempah.
Hal ini terjadi setelah Inggris menandatangani perjanjian traktat London dengan menyerahkan wilayah kekuasaan Indonesia kepada Belanda.
Baca juga: Sejarah Perang Pattimura: Tokoh, Penyebab, Kronologi, dan Dampak
Sebelumnya, Maluku memang sudah menjadi wilayah yang diperebutkan oleh bangsa-bangsa Eropa seperti Inggris, Belanda, Spanyol dan Portugis.
Bangsa Eropa mencoba memperebutkan kekuasaan dagang di wilayah tersebut karena tergiur dengan kekayaan rempah-rempah seperti cengkeh dan pala.
Baca juga: 5 Upacara Adat dari Maluku, dari Tradisi Sasi hingga Obor Pattimura
Kedatangan VOC sama sekali tidak mendatangkan keuntungan bagi rakyat Maluku, namun justru membawa kesengsaraan yang memicu perlawanan terhadap Belanda.
Di bawah komando Thomas Matulessy atau dikenal dengan nama Kapitan Pattimura, perlawanan rakyat Maluku terhadap Belanda ini kemudian dikenal dengan Perang Pattimura.
Baca juga: Benteng Duurstede, Saksi Bisu Perlawanan Kapitan Pattimura yang Menjadi Destinasi Wisata Sejarah
Dalam buku Sejarah Nasional: Ketika Nusantara Berbicara (2017) yang ditulis Joko Darmawan, disebutkan beberapa alasan munculnya perlawanan masyarakat Maluku terhadap Belanda pada 1817.
Berikut adalah beberapa penyebab meletusnya Perang Pattimura pada tahun 1817.
Atas berbagai tindakan yang membuat rakyat sengsara itu, rakyat Maluku mulai membuat beberapa pertemuan untuk membahas strategi perlawanan terhadap Belanda.
Dalam pertemuan 14 Mei 1817, rakyat Maluku mengangkat Thomas Matulessy, seorang bekas tentara Korps Ambon sebagai pemimpin pergerakan dengan sebutan Kapitan Pattimura.
Thomas Matulessy kemudian memilih beberapa orang untuk membantunya yaitu Anthoni Rhebok, Philips Latimahina, Lucas Selano, Arong Lisapafy, Melchior Kesaulya dan Sarassa Sanaki, Christina Martha Tiahahu, dan Paulus Tiahahu.
Pada 15 Mei 1817, Kapiten Pattimura bersama Philips Latumahina, Lucas Selano dan pasukannya memulai operasi penyerangan ke pos-pos dan benteng Belanda di Saparu.
Dalam operasi yang dikenal dengan Perang Saparua itu, rakyat Maluku berhasil merebut benteng Duurstede dan menewaskan kepala residen Saparua yaitu Van den Berg beserta pasukannya.
Pada tanggal 20 Mei 1817, diadakan rapat raksasa di Haria untuk mengadakan pernyataan kebulatan tekad melanjutkan perjuangan melawan Belanda yang dikenal dengan nama Proklamasi Portho Hari