Salin Artikel

Rumah Cagar Budaya di Gorontalo Terancam Dibongkar Pemiliknya, Sikap Pemerintah Jadi Sorotan

Dalam catatan sejarah, pada 23 Januari 1942, sebelum kedatangan bala tentara Jepang, Nani Wartabone, Kusno Danupoyo, dan masyarakat Gorontalo lainnya melakukan perlawanan terhadap pemerintah Kolonial Belanda.

Perlawanan mereka dilakukan dengan merebut kantor pos, yang saat ini merupakan instansi strategis dan penting, menawan sejumlah petinggi pemerintah Hindia Belanda, dan menjebloskannya ke penjara yang berada di sisi barat alun-alun.

Setelah seluruh pejabat kolonial ditawan, Nani Wartabone, sebagai Ketua Komite Dua Belas, mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia.

Peristiwa penting bagi keberadaan Negara Indonesia yang terjadi di Gorontalo ini dikenal sebagai Hari Patriotik yang setiap 23 Januari diperingati oleh warga Gorontalo.

Peristiwa 23 Januari 1942 ini menjadi tonggak penting perjuangan kemerdekaan Indonesia, tidak hanya di Gorontalo, tetapi juga di Indonesia dan dunia internasional.

Alasan Pemilik Menggugat

Salah satu bagian lokasi dan bangunan peristiwa penting ini tengah mengalami gugatan oleh pemiliknya.

Penggugatnya adalah Ledya Pranata Widjaja, pemilik rumah tinggi.

Rumah tinggi ini dulunya adalah rumah panggung bekas rumah kepala Pos, Telegraaf en Telefoondienst (PTT).

“Ya (ada gugatan) dari pemilik rumah dan lahan,” kata Faiz Kapokja Pelindungan/PPNS Cagar Budaya Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XVII Sulawesi Utara Gorontalo, Minggu (17/8/2025).

Faiz menjelaskan Ledya Pranata Widjaja mendaftarkan perkaranya pada 14 April 2025, yang menggugat Pemerintah Kota Gorontalo karena mengeluarkan surat keputusan (SK) penetapan rumah tinggi sebagai cagar budaya.

“Akibat penetapan ini, penggugat mengaku tidak bisa memanfaatkan asetnya. Ia mengalami kerugian materiil karena tidak dapat memanfaatkan obyek sengketa sejak tahun 2005 sebesar Rp200 miliar dan kerugian immateriil sebesar Rp500 miliar,” ujar Faiz.

Informasi perkara ini dapat diakses secara daring pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Gorontalo.

Dalam perkara ini, majelis hakim yang menangani diketuai oleh Ottow Wijanarto Tiop Ganda Pura Siagian, dengan anggota Diamon Domny Siahaya dan Muammar Maulis Kadafi.

“Dalam gugatan ini, penggugat tidak berkenan bangunan tersebut ditetapkan sebagai cagar budaya karena pihak pemerintah tidak memiliki izin dari pemilik atas proses penetapan yang telah dilakukan Pemerintah Kota Gorontalo,” ucap Faiz.

Beberapa tahun sebelumnya, bangunan beton di bagian belakang rumah tinggi ini berupa bilik-bilik kecil sudah diratakan dengan alat berat.

Sebagai cagar budaya, bangunan ini merupakan satu kesatuan dengan kantor pos yang pernah menjadi lokasi pergolakan kemerdekaan Indonesia.

Warga Gorontalo Berharap Cagar Budaya Diselamatkan

Bagi warga Gorontalo, bangunan ini biasa disebut rumah tinggi karena berbentuk rumah panggung dengan konstruksi tiang dari beton, dan badan rumah yang berada di bagian atas terbuat dari kayu.

Sebelumnya, pernah diusulkan untuk melakukan adaptasi, namun pemilik meminta rumah ini dipindahkan.

Banyak warga Kota Gorontalo yang berharap pemerintah pusat, melalui Presiden Prabowo Subianto, memperhatikan situs cagar budaya ini.

Keberadaan rumah tinggi sebagai lokasi deklarasi kemerdekaan Indonesia pada 23 Januari 1942 ini dapat diselamatkan.

Dibongkarnya bangunan ini akan menghilangkan jejak perjuangan kemerdekaan Indonesia di Nusantara.

"Kami berharap Presiden Prabowo dapat turun tangan untuk menyelamatkan situs penting perjuangan kemerdekaan Indonesia," kata Dr. Sri Sutarni, Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah/Kota Universitas Negeri Gorontalo.

Sri Sutarni mengatakan upaya penyelamatan situs sangat penting bagi masa depan bangsa Indonesia.

Bangunan ini menjadi tonggak dinamika perjuangan rakyat Gorontalo dalam melawan penjajahan.

https://makassar.kompas.com/read/2025/08/18/150722878/rumah-cagar-budaya-di-gorontalo-terancam-dibongkar-pemiliknya-sikap

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com