Salin Artikel

Jaringan Produksi Bom Ikan di Sulsel Terungkap, Ratusan Kg Bahan Peledak Diamankan

MAKASSAR, KOMPAS.com - Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Sulawesi Selatan (Sulsel), mengungkap sejumlah kasus destructive fishing di berbagai wilayah perairan Sulsel.

Dari kasus ini total ada sembilan orang tersangka yang diamankan, mereka masing-masing yakni berinisial BI (50), RI (55), MF (35), HI (38), RN (39), AG (39), MI (64), LA (49), dan MR (31).

Dari hasil pendalaman polisi, para tersangka ini merupakan pembuat bom ikan dari berbagai wilayah dan sekaligus mengedarkan bom ikan yang digunakan para nelayan.

Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Didik Supranoto mengatakan bahwa pengungkapan sindikat pembuat bom ikan ini dilakukan jajaran Ditpolairud Polda Sulsel selama bulan Maret hingga April 2025.

Dari tangan para tersangka diamankan total sebanyak 60 jerigen bom ikan daya ledak tinggi siap pakai seberat 300 kilogram, 52 bom ikan kemasan botol siap pakai seberat 70 kilogram, dan 291 batang detonator atau pemicu ledakan rakitan maupun pabrikan.

"Ini barang bukti semuanya merupakan bahan yang tersangka gunakan dalam merakit bom ikan. Mereka ini semuanya adalah pembuat atau produsen, bukan pemakai," jelas Didik saat konferensi pers di kantor Ditpolairud Polda Sulsel, Jalan Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulsel, Jumat (25/4/2025).

Didit mengungkapkan, pengungkapan ini dilakukan sebelum bom ikan buatan para tersangka diedarkan diberbagai wilayah perairan Sulsel. Wilayah edar bom ikan meliputi perairan Makassar, Bone, Pangkep, Takalar, Luwu, dan Selayar.

"Dari semua, kita tafsir ada kerugian negara senilai Rp 1,5 Miliyar. Ini juga sangat berdampak pada sumber daya perikanan, pastinya merusak terumbu karang dan juga biota laut lainnya," ucap Didik.

Karena itu, Didik meminta kepada masyarakat agar tidak ragu melaporkan segala aktivitas penangkapan ikan yang berpotensi merusak laut.

"Pegungkapan ini berdasarkan informasi masyarakat, jadi kami minta masyarakat agar lebih berani memberikan informasi kepada aparat kepolisian yang bisa kita tanggulangi dari awal," beber Didik.

Sementara, Dirpolairud Polda Sulsel, Kombes Pol Pitoyo Agung Yuwono menjelaskan bahwa bahan dasar bom ikan yang dirakit para tersangka ini diperoleh oleh dari jaringan Internasional.

"Barang ini masuk pabrikan dari Malaysia, kemudian masuk melalui Kalimantan Utara, nanti disebarkan di wilayah tengah. Mereka ada jaringan berperan sebagai kurir, penyedia barang dan ada juga yang sebagai penyandang dana," ujar dia.

Pitoyo Agung menyebut, salah satunya yang diungkap oleh jajaran Ditpolairud Baharkam Polri di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB). Disitu, polisi mengamankan tersangka yang berperan sebagai pemasok bahan peledak tersebut.

"Di NTB itu telah ditangkap salah satu pemasok itu juga merupakan DPO di Sulsel, karena perlu diketahui jaringan ini tidak hanya di wilayah Sulsel, pelaku-pelaku ini sudah kami petakan dan saat ini sudah masuk dalam daftar pencarian orang," ucap Pitoyo Agung.

Atas perbuatannya, para tersangka bakal dijerat dengan pasal 1 ayat 1 undang-undang darurat nomor 12 tahun 1951 dan undang-undang RI nomor 8 tahun 1948 juncto undang-undang nomor 1 tahun 1961.

Dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati atau seumur hidup hingga minimalhukuman penjara selama 20 tahun.

https://makassar.kompas.com/read/2025/04/25/122141078/jaringan-produksi-bom-ikan-di-sulsel-terungkap-ratusan-kg-bahan-peledak

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com